Sabtu, 15 Maret 2014

Demi Sekolah Anak di Letta Lintasi Gunung Terjal dan Hutan Belantara


Tak ada sarana sekolah terdekat/ memaksa para anak-anak desa terpencil di kecamatan lembang pinrang sulawesi selatan harus berjuang menaklukkan gunung demi gunung yang terjal, hutan belantara dan sungai dengan cara berjalan kaki hingga belasan kilometer setiap hari, agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kondisi medan yang sulit dan menyita tenaga membuat anak-anak ini praktis kehilangan kesempatan untuk bermain. Seluruh waktu mereka tercurah habis di sekolah dan diperjlanan sebelum tiba di rumah menjelang petang hari.


Inilah poteret dan tantangan kondisi pendidikan anak-anak desa terpencil di desa letta kecamatan lembang pinrang sulawesi selatan. Desa yang terletak di puncak pegunungan bakaru ini terletak sekitar 100 kilometer dari ibu kota kabupaten pinrang. Agar bisa belajar serentak pukul 9.00 wita, anak-anak ini harus  meninggalkan rumah mereka sejak subuh hari.

Berbekal baju kaos atau seragam dan sandal jepit, para siswa smp negeri letta ini mislanya berusaha menaklukkan pegunungan demi pengunungan yang terjal, hutan belantara, serta sungai yang dalam agar bisa sampai ke sekolah sebelum pelajaran dimulai. Bagai siswa yang datang lebih awal biasanya memilih mengisi waktu mereka untuk memberishkan ruangan atau berolahraga ringan seperti bermain volly sambil menunggu siswa lain datang dari dusun yang lebih jauh terpencil.

Kondisi jalan setapak yang menghubungkan antar desa, dusun dan kecamatan di lokasi ini membuat sarana transportasi massal seperti angkutan umum tak bisa menjangkau wilayah ini. Hanya ada beberapa warga yang menawarkan sarana trasfortasi ojek yang tarifnya cukup luayan. Maklum kondiis jalan yang berbukit dan licin terutama saat hujan membuat tak semua warga bisa uji nyali berkendara motor di jalur ini. Warga atau siswa yang memilih naik ojek dari rumah ke sekolah mereka harus membayar tarif ojek yang lumayan Rp 50 ribu untuk sekali pergi.

Sarah, siswa smp negeri Letta asal dusun Kaluku ini mislanya setriap hari harus berjalan kaki hingga 6 kilometer lebih agar bisa sampai ke sekolah. Sarah harus meninggalkan rumahnya pukul 6.00 wita atau lebih cepat. Agar perjalan  tak melelahkan dan membosankan para siswa yang tinggal terpisah di dusun lain ini kerap saling tunggu dengan teman lain di perjalan. Agar bisa sampai lebih cepat anak-anak yang jalan secara berkelompok ini kerap memilih jalur pintas seperti menyeberangi arealpemanatang sawah dan bukit.

“Saya berangkat subuh hari ke sekolah agar tidak trelambat. Karena tarif ojek mahal terpaksa jalan kaki berkelompok dnegan teman lainnya Sara, siswa terpencil asal dusun Kaluku

Bagi siswa yang tinggal di dusun yang lebih jauh terpencil dari sekolah tentu saja harus berangkat subuh hari. Rutinitas yang melelahkan dan menyita hampir seluruh waktu para siswa ini sudah dilakoni sejak masuk sekolah. Tak ada waktu bermain kecuali hari libur sekolah. Hampir seluruh waktu siswa di desa ini habis di sekolah dan di perjalanan.

Meski kelelahan saat sampai di sekolah, para siswa ini tetap tampak bersemangat mengikuti mata pelajaran hingga siang hari. Para siswa umumnya pulang dan baru bisa berkumpul di tengah keluarga menjelang petang hari. Anak-anak di desa ini hampir tak mengenal dunia bermain yang menjadi dunia anak-anak pada umumnya.

Mendengar musik atau siaran radio di sepanjang jalan adalah satu-satunya hiburan yang bisa mengusir rasa lelah mereka.

Hasniar, salah satu guru honorer yang sudah lima tahun mengabdikan hidup untuk mencerdaskan anak-anak desa terpencil di lokasi ini mengaku bangga dengan semngat sekolah para siswanya. Meski jarak tempuh pejalanan cukup jauh dan menempuh medan yang sulit, para siswa di sekolah ini tetap bersemangat menuntut pendidkan yang lebih tinggi.

“Saya bangga mereka punya semagat dan tekad belajar yang kuat. Meski jaraknya jauh mereka pantang menyerah dan tetap semangat datang ke skeolah,”ujar Hasniar, salah satu guru smp letta

Smp negeri letta yang berdiri empat tahun lalu ini adalah satu-satunya sekolah terdekat. Untuk bisa bersekolah di smp lain anak-anak desa harus menempuh perjalanan yang lebih jauh. Untuk bisa lanjut ke sma para siswa harus meninggalkan kampung halaman dan orang tua mereka demi melanjutkan pendidikan di ibu kota kabupaten atau kecamatan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar