Sejarah pembantaian
terhadap korban 40.000 jiwa rakyat tak berdosa akibat kekejaman tentara nica
(nederland indische civil administration) dibawah komando Westerling di galung
lombok tinambung polewali mandar sulawesi barat pada 1 pebruari 1947 lalu,
seolah terulang kembali. Ratusan
keluarga korban mempergakan drama kekejaman penjajah belanda dalam napak
tilas sejarah mengenang pembantanian korban 40 ribu jiwa di taman makam
pahlawan Galung lombok kecamatan Tinambung Polewali mandar sulawesi barat,
selasa (04/02/2014). Warga dan keluarga korban yang menyaksikan drama klosal
ini larut dalam suasana sedih mengenang tragedi sejarah kemanusiaan.
Ribuan keluarga korban 40 ribu jiwa di polewali mandar
hingga kini hidup memperihatinkan. Jangankan mendapat santunan gaji veteran
dari pemerintah, mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan saja hingga kini jelas.
Pada hal jasa-jasa mereka mempertahankan mempertaruhkan jiwa raga dan harta
benda mereka demi mmepertahankan kemerdekaan telah dikorbankan demi negara
Drama klosal yang diperagakan ratusan keluarga korban 40.000 jiwa di
kampung Galung lombok, kecamatan Tinambung Polewali mandar pada 1 pebruari 1947
lalu, mampu membuat ratusan warga yang hadir di taman makam pahlawan galung
lombok merenungkan sejarah kelam kebiadaban perang.
Satu persatu rakyat tak berdosa termasuk kaum anak-anak dan perempuan
dibantai tentara belanda dan tentara pribumi dibawah komando kapten Raymond Paul
Pire Westerling hingga tewas.
Drama napak tilas sejarah korban 40.000 jiwa yang dimainkan dengan penuh
penghayatan para aktor, layaknya menjadi
pelaku sejarah ini memperlihatkan, tragedi kemanusiaan ini diawali dengan cara
mengerahkan tentara belanda dibantu orang pribumi untuk menggiring warga dari
kampung-kampung ke galung lombok secara berkelompok 40 hingga 50 warga.
Aksi teror belanda terhadap penduduk yang dianggap membangkang terhadap
penjajah belanda ini digiring ke sebuah lapangan di kampung galung lombok,
tinambung polewali mandar pada 67 tahun lalu.
Satu persatu warga ini kemudian diberondong peluru hingga jatuh bersimbah
darah. Warga yang dirantai dan tangan terikat tali ini dibantai dengan sangat
keji. Tak ada warga yang berani melawan. Sebab siapa pun yang mentang perintah
dan antek-anteknya akan langsung diberondong peluruh hingga tewas di tempat.
Bahrun, salah satu pelaku sejarah yang lolos dalam peristiwa berdarah di
galung lombok ini mengisahkan. Bahrun berhasil lolos meski tangannya harus
diamputasi karena terkena berondongan peluru saat berusaha lari dan
menyelamatkan diri.
“tangan saya terpaksa diamputasi karena patah tulang diberondong senjata
olehe serdadu belanda. Saya Cuma sedih para pahlawna tak mendapat perhatian
yang layak dari pemerintah,”tutur Bahrun, salah satu pelaku sejarah korban 40 ribu jiwa
Sayangnya, pelaku sejarah kekejaman serdadu belanda ini kecewa. Jasa-jasa
dan perjuangannya menentang penjajah dibumi pertiwi seolah tak mendapat
penghargaan setimpal dari negara. Bahrun sendiri kini menumpang di rumah warga
untuk menghabiskan sisa-sisa hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar