Zaman neolitikum atau zaman batu memang telah berlalu
ribuan tahun lalu, ketika pradaban manusia mulai mengenal teknologi maju. Namun
di desa kariango, kecamatan lembang, Pinrang sulawesi selatan, seorang perempuan
masih harus berjuang hidup di gua batu seorang diri. Dola tidur di sela batu
hanya membalut badannya dengan karung plastik. Untuk bisa makan dan bertahan
hidup dola hanya makan dedaunan, pisang, dan sikapa atau umbi-umbian yang
tumbuh liar di tengah hutan.
Perempuan yang tak pandai berbahasa indonesia ini
hanya mengerti bahasa daerah pattinjo. Dola mengaku senang tinggal di gua batu
karena tak jadi beban bagi siapa pun termasuk keluarga dan sanak tetangganya. Meski
hidup dan makan tak menentu, Dola tak pernah mengungkapkan keluh kesal kepada
siapa pun. Dola hanya menjawab pertanyaan warga seperlunya saja, ketika ditanya
warga.
Di gua batu yang terletak di tengah hutan persis di desa Kariango,
kecamatan Lembang, Pinrang sulawesi selatan inilah dola hidup seorang diri di
sela-sela batu, sejak puluhan tahun lalu.
Untuk bisa makan dan bertahan hidup, perempuan dola terpaksa makan dedaunan,
buah-buahan, pisang dan sikapa atau umbi-umbian beracun yang tumbuh liar di
tengah hutan. Untuk minum sehari-hari dola memanfaatkan air yang muncul di
sela-sela batu tak jauh dari gua tempatnya bermukim.
Saat hujan dola kerap basah kuyup, karena sela batu tempatnya tidur
kemasukan air// dola kerap menepi lebih dalam dibawah batu sambil duduk agar
tak kehujanan.//
Dola hanya memakai pakaian compang camping yang diberikan warga// untuk
bisa tidur di sela batu yang dingin terutama di malam hari, Dola hanya membalut
badannya dengan karung palstik setiap malam.
Puluhan tahun lalu, Dola memang pernah merasakan kehangatan hidup di tengah
keluarga bersama ayah dan ibu, termasuk dua saudaranya. Namun sejak kedua orang
tuanya meninggal dunia dan sudaranya menikah, tinggallah dola seorang diri. Dola
sempat tinggal bersama sudaranbya beberapa tahun sebelum memilih hidup di sela
batu seorang diri. Dola mengaku mengasingkan diri di tengah hutan karena tak
ingin menjadi bebani hidup kelurga sudaranya.
Meski tinggal di tengah hutan dola tak pernah berharap belas kasih dari
sanak keluarga atau tetangga. Dola tak pernah tahu ketika warga miskin lainnya
tengah berebutan bantuan blsm/ atau beras raskin yang menjadi haknya.
Tak mudah bertemu dengan dola di gua batu miliknya, kecuali saat menjelang
malam hari. Subuh hari dola sudah meninggalkan istana gua batu tempatnya hidup
puluhan tahun lalu. Dola berkeliling dan merambah kawasan hutan ke kawasan
hutan lainnya untuk mencari buah-buahan atau dedaunan yang bisa dimakan.
“kande utang, putti sola sikaporo atau makan dedaunan, pisang dan sikaporo
atau umbi-umbian yang tumbuh liar di tengah hutan,” ujar Dola, manusia penghuni
batu
Sikapa atau umbi-umbian yang tumbuh liar di tengah hutan menjadi incaran
dola sebagai salah satu sumber makanan untuk bertahan hidup setiap hari. Namun
makanan beracun ini membutuhkan tatacara pengolahan tersendiri untuk membuang
zat racun agar tidak mematikan saat dimakan.
Sejumlah warga termasuk sudaranya memmahgvpernah menawari dola untuk
tinggal di sekitar pemukiman warga dan meniggalkan istana gua batu miliknya,
namun dola memilih menolak dsn memilih tetap bertahan di gua batu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar