Jumat, 19 Juli 2013

Tasbih Manjakani, Jejak Sejarah Peradaban Islam di Tanah Mandar

Jejak sejarah peradaban islam di tanah mandar, sulawesi barat/ tak sulit ditelusuri. Beragam situs-situs sejarah islam seperti mesjid tertua, batu nizan sejumlah tokoh penyebar islam, Al quran tertua yang ditulis dengan tangan/ sampai tasbih  mankani terpanjang hingga kini masih terjaga kelestariannya. Tasbih sepanjang 38 meter lebih yang diperkirakan berumur 350 tahun di kecamatan binuang polewali mandar sulawesi barat misalnya, tiap tahun dimanfaatkan warga untuk mengisi kegiatan ramadan dengan cara berzikir secara berjamaah. Tasbih tertua ini tak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan zikir selama Ramadan, tapi juga dipercaya bisa menyembuhkan beragam penyakit.

Inilah tasbih terpanjang yang diperkirakan berumur 350 tahun lebih. Tasbih tertua ini tiap ramadan dimanfaatkan para jamaah mesjid Nurulhidaya kecamatan binuang Polewali mandar untuk menggelar zikir secara berjamaah. Rabu (17/7) kemarin, puluhan jamaah  Mesjid nurul Hidaya tampak khidmad khusu dengan lantunan kalimat zikir “lailaha illallah” yang diucapkan secara bersma.

Konon tasbih berbahan biji manjakani ini pertama kali dibawa oleh ustadz abdul kadir dari tanah Arab, saat pertama kali abdul kadir menyebar ajaran agama islam di tanah mandar. Tasbih berukuran panjang kurang lebih 38  meter dan memiliki 3300 biji ini diwariskan secara turun temurun.

Dahulu tasbih karya tangan abdul kadir hampir setiap hari dipergunakan oleh warga pada berbagai hajatan seperti khatam alquran/ maulid/ sunatan, dan zikir kematian. Namun karena alasna untuk menjaga kelestarian benda bersejarah ini, tasbih yang terbuat dari ribuan biji buah manjakani ini hanya dipakai berzikir secara berjamaah pada bulan suci ramadhan saja. Usai ramadan tasbih ini kembali disimpan rapih dalam sebuah petih.

Tasbih bersejarah ini sendiri hanya dipelihara warga dan keturunan syeh abdul kadir secara turun temurun. Tasbih ini  sudah beberapa kali dikunjungi oleh petugas balai sejarah dan benda purbakala untuk dimasukkan ke museum sebagai salah satu kekayaan cagar budaya mandar, namun muslimin keluarga turunan pewaris tasbih yang juga imam mesjid nurhidaya binuang ini enggan menyerahkan ke petugas purbakala karena alasan tasbih ini sangat dibutuhkan warga untuk menggelar kegiatan ritual dan hajatan masyarakat.

Sayangnya/ biji tasbih yang semula berjumlah 3300 biji sebagain telah dipreteli warga. Konon biji tasbih tak hanya digunakan sebagai alat atau sarana berzikir. tapi tasbih ini dipercaya sebagian warga polewali mandat bisa menyembuhkan beragam penyakit. Agar jumlahnya tetap sama 3300 biji sebagain biji tasbih terpaksa diganti dengan biji dari kayu khusus yang didatangkan dari mesir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar