Jejak
sejarah peradaban islam di tanah mandar, sulawesi barat/ tak sulit ditelusuri.
Beragam situs-situs sejarah islam seperti mesjid tertua, batu nizan sejumlah
tokoh penyebar islam, Al quran tertua yang ditulis dengan tangan/ sampai
tasbih mankani terpanjang hingga kini
masih terjaga kelestariannya. Tasbih sepanjang 38 meter lebih yang diperkirakan
berumur 350 tahun di kecamatan binuang polewali mandar sulawesi barat misalnya,
tiap tahun dimanfaatkan warga untuk mengisi kegiatan ramadan dengan cara
berzikir secara berjamaah. Tasbih tertua ini tak hanya dimanfaatkan untuk
kegiatan zikir selama Ramadan, tapi juga dipercaya bisa menyembuhkan beragam
penyakit.
Sayangnya/ biji tasbih yang semula berjumlah
3300 biji sebagain telah dipreteli warga. Konon biji tasbih tak hanya digunakan
sebagai alat atau sarana berzikir. tapi tasbih ini dipercaya sebagian warga
polewali mandat bisa menyembuhkan beragam penyakit. Agar jumlahnya tetap sama
3300 biji sebagain biji tasbih terpaksa diganti dengan biji dari kayu khusus
yang didatangkan dari mesir.
Inilah tasbih
terpanjang yang diperkirakan berumur 350 tahun lebih. Tasbih tertua ini tiap
ramadan dimanfaatkan para jamaah mesjid Nurulhidaya kecamatan binuang Polewali
mandar untuk menggelar zikir secara berjamaah. Rabu (17/7) kemarin, puluhan jamaah
Mesjid nurul Hidaya tampak khidmad khusu
dengan lantunan kalimat zikir “lailaha illallah” yang diucapkan secara bersma.
Konon tasbih
berbahan biji manjakani ini pertama kali dibawa oleh ustadz abdul kadir dari
tanah Arab, saat pertama kali abdul kadir menyebar ajaran agama islam di tanah
mandar. Tasbih berukuran panjang kurang lebih 38 meter dan memiliki 3300 biji ini diwariskan
secara turun temurun.
Dahulu tasbih
karya tangan abdul kadir hampir setiap hari dipergunakan oleh warga pada
berbagai hajatan seperti khatam alquran/ maulid/ sunatan, dan zikir kematian. Namun
karena alasna untuk menjaga kelestarian benda bersejarah ini, tasbih yang
terbuat dari ribuan biji buah manjakani ini hanya dipakai berzikir secara
berjamaah pada bulan suci ramadhan saja. Usai ramadan tasbih ini kembali
disimpan rapih dalam sebuah petih.
Tasbih bersejarah
ini sendiri hanya dipelihara warga dan keturunan syeh abdul kadir secara turun
temurun. Tasbih ini sudah beberapa kali
dikunjungi oleh petugas balai sejarah dan benda purbakala untuk dimasukkan ke
museum sebagai salah satu kekayaan cagar budaya mandar, namun muslimin keluarga
turunan pewaris tasbih yang juga imam mesjid nurhidaya binuang ini enggan
menyerahkan ke petugas purbakala karena alasan tasbih ini sangat dibutuhkan
warga untuk menggelar kegiatan ritual dan hajatan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar