Prihatin dengan masa depan anak-anak desanya yang kehilangan hak pendidikaknnya karena akses sarana pendidikan yang jauh dari pusat kota, membuat Hamka, pemuda asal Polewali mandar, Sulawesi barat mendirikan sekolah kolong rumah untuk menampung anak-anak yang tak bisa bersekolah. Semula sekolah yang didirikan 2005 lalu dengan jumlah siswanya hanya 5 orang dengan tujuh tenaga pengajar sukarela, namun dengan tekad dan kerja kerasnya meyakinkan warga di desanya, kini muridnya telah mencapai lebih dari 140 siswa dan memiliki dua unit gedung berlantai dua. Semula warga kurang berminat untuk mendorong anak-anak mereka ke sekolah dan lebih memilih mengarahkan anak-anak mereka bekerja dan membnatu orang tuanya, kini semakin bersemangat mendorong anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan.
Hanya dalam waktu 7 tahun sejak sekolah kolong rumah ini
didirikan Hamka bersama kerabatnya kini sekolah satu atap ini sudah membina
sekolah untuk TK, SD, SMP dan SMA atau sederajat. Sekolah kolong rumah Nur Ma’arif yang
berdampingan dengan kandang kambing di rumah milik Hamka ini. Namun kerja keras
lulusan sastra Inggris Yogyakarta ini mendorong dan menyakinkan warga akan
pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda sebagai bekal masa depan
merreka, perlahan kini mulai membuahkan hasil.
Hanya butuh waktu beberapa tahun untuk meyakinkan warga akan
pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Kini jumlah siswanya terus
bertambah hingga mencapai lebih dari 140 siswa. Jika sebelumnya hanya warga
desa Sepang, kecamatan Luyo yang bersekolah di lokasi ini, kini ratusan siswa
dari desa tetangganya yang juga kesulitan akses sarana pendidikan yang layak
dan murah, mulai memilih sekolah yang didirikan Hamka bersama para kerabatnya
ini.
Hamka bersama kerabatnya yang memainkan peranm di sector
swasta mulai mendapat sambutan possitif dari berbagai pihak termasuk pemerintah
setempat. Bupati Polewlai mandar, Ali Baal Masdar dan kepala dinas pendidikan
Polewlai mandar, Arifuddin Toppo berharap, partisipasi masyarakat secara luas
dalam mendorong pendidikan bisa semakin tumbuh agar percepatan sector
pendidikan bisa berkembnag lebih cepat. “Kita berharap aka nada Hamka-hamka
baru di Polewali mandar yang ikut berperan meajukan pendidikan dari sector
swasta bersama pemerintah,”ujar Ali Baal kepada kompas.com di kantornya, Minggu
(24/3) kemarin.
Karena keterbatasan sarana gedung dan ruang kelas, sekolah
kolong rumah ini terpaksa menyekolahkan siswanya secara bergilir di kolong
rumah. Siswa TK sampai SMP masuk lebih awal, sementara siswa sma atau Aliyah
masuk setelah adik-adik kelasnya dipulangkan. Meski termasuk sekolah yang jauh
di pelosok desa namun materi pelajaran tak ketingalan dengan siswa atau sekolah
di perkotaaan. Di sekolah ini bahkan anak-anak dibiasakan belajar dalam tiga
bahasa yakni Indonesia, Arab dan Inggris.
Hanya saja sekolah
yang masih memiliki segala keterbatasan seperti perpustakaan, laboratorium
praktek dan kantor sekolah hingga kini belum dimilikknya. Ruang guru sekaligus
kantor hanya memanfaatkan salah satu ruangan belajar. Satu unit gedung
berlantai dua hingga kini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, selain
karena gedungnya sendiri belum rampung lantarankehabisan dana, juga ruangannya
belum memiliki mobile ykursi dan meja belajar untuk menampung siswanya.
Sebagian siswa terpaksa belajar melantai sambil berharap sekolah mereka segera
dibenahi dan dilengkapi agar para siswanya bisa belajar dnegan baik.
Sekolah yang digagas Hamka bersamar para kerabat dan
guru-guru suka rela yang mendukungnya
kini telah memiliki dua unit gedung. Satu diantaranya berlantai dua yang
cukup prestisius untuk ukuran desa.
Berkat dukungan dan bantuan pendanaan secara suka rela dari
warga termasuk para guru-gurunya yang juga direkrut dari warga desa setempat,
sekolah Nur Ma’arif yang digagas Hamka bersama sejumlah kerabatnya untuk
membebaskan anak-anak desa dari keterbelakangan pendidikan dan tingginya angka
pengangguran, kini sudah memiliki dua unit gedung salah satunya berlantai dua.
Agar tidak membebani para orang tua siswa yang rata-rata
hidup dengan pendapatan rendah, Sekolah yang didirikan mulai dari tingkat TK,
SD, SMP dan SMA atau sederajat ini, seluruhnya menggratiskan biaya pendidikan
bagi para siswanya. Para siswa bahkan diberi bantuan berupa seragam seperti
baju, sepatu, tas dan buku-buku agar para siswa bisa semakin bersemangat ke
sekolah.
Dengan 14 belas guru pengajar yang seluruhnya adalah tenaga
suka rela termasuk kepala sekolahnya Nur Ma’arif kini terus mengajak dan
meyakinkan warga agar mereka mau mendorong anak-anak mereka bersekolah.
Berbekal tekad dan semnagat yang tak kenal lelah untuk
menyelamatkan masa depan anak-anak desanya yang tidak bersekolah karena alasan
sarana pendidikan yang jauh dari pusat kota hingga mereka kehilangan hak pendidikannya, hamka
berkeyakinan kemiskinan pendidikan yang mendera anak-anak desa yang mengalami
kesenjangan pembangunan akan bisa mengangkat nasib dan masa depan anak-anak
sedesanya dengan konsep pendidikan gratis yang sedang diterapkannya.
Hamka bersama sejumlah guru honorer yang terpanggil mengabdi
dan mencerdaskan anak-anak desa tanpa pamrih, sekolah satu atap yang terdiri
dari TK, SD, SMP dan SMA/seederajat yang dibuka untuk menampung ratusan
anak-anak yang tak bersekolah karena alasan sarana pendidikan yang tidak
tersedia mengaku maish punya sejumlah agenda pemberdayaan anak-anaka desa yang
belum sempat diwujudkan kareha kondisi sarana dan parasarana sekolah yang masih
terbatas.
Menurut hamka, kedepan para siswanya tak hanya diajari
materi pelajaran sesuai kurikulum nasional, tapi juga mereka akan dibekali
ilmu-ilmu terapan agar anak-anak desa atau lulusan sekolah Nur Ma’arif bisa
memilik banyak bekal. .Salah satu usaha yang kini tengah diurintis adalah
mengajari para siswanya yang hidup sebagai keluarga petani untuk menciptakan
teknologi pertanian dengan cara menanfaatakan bahan-bahan alam seperti
pembuatan pupuk dan beragam kerajinan
tangan yang seluruhnya memanfaatkan bahan-bahan alam yang melimpah di desanya.
Siswa :
Hasyim, salah satu siswa aliah Nur Ma’arif ini misalnya
berbangga dan tak pwerlu merantau ke kota dan meniggalkan kampong halamannya
hanya untuk bersekolah. Meski Hasyim harus berjalan sekitar 20 kilometer dari
rumah ke sekolahnya, namun Hasyim mengaku tetap bersukur karena tak perlu repot
membebani orang tuanya menyediakan biaya pendidikan untuk bersekolah. Pasalnya
Hasyim mengaku seluruh kebutuhan sekolahnya termasuk seragam, sepatu, tas dan
buku-buku diberikan pihak sekolah secara gratis. “Saya senang meski masih jalan
kaki berkilo-kilometer tapi dnegan hadirnya sekolah nur Maarif jarak sekolah
sudah makin dekat dan saya tak perlu meniggalkan orang tua ke kota hanya untuk
sekolah,”ujar Hasyim/ siswa
Warga :
Warga yang semula mencibir karena sekolahnya dinilai tak
lebih dari sekolah kandang kambing yang tak akan merubah nasib dan masa depan
anak-anak mereka seperti yang kerap digaungkan pihak pengelola sekolah Nur
Ma’arif agar mendorong anak-anak mereka bersekolah kini mulai dilirik warga.
Kehadiran sekolah yang semula dicibir karena dinilai tak lebih dari perkumpulan
anak-anak jalanan dan putus sekoilah, Warga kini mulai merasakan manfaat
kehadiran sekolah terpencil ini di desanya. Setidaknya mereka tak perlu lagi
mengirim anak-anak mereka bersekolah ke kota karena tak ada sarana pendidkan di
desanya. Kita bangga ada pemuda seperti Hamka yang berpikir maju untuk
mengembangkan desa terutama pendidikan anak-anak desa yang tertinggal,”ujar
Abdul samad/ warga atau orang tua siswa
Komite :
Ketua komite yang juga bagian dari pendiri tokoh masyarakat
yang ikut mendirikan sekolah swadaya di sekolah kolong rumah ini mengaku
bersyukur karena masyarakat desa Sepang bahkan desa lain di sekitarnya mulai
tumbuh kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan, Terbukti anak-anak mereka
yang semula hanya sibuk bekerja dan membantu orang tua di kebun kini mulai
tertarik menyekolahkan anak-anak mereka. Yang menarik karena sekolah ini tidak
memungut biaya apa pun dari para siswa dan orang tua, seluruhnya digratiskan
agar para orang tua makin tertarik menyekolahkan anak-anak mereka hingga
menuntaskan wajib belajar 12 tahun. “Meski sekolahnya jauh terpencil di kota
namun material pelajarannya tak berbeda dnegan sekolah di kota, di tempat ini
bahkan siswa diwajibkan tiga bahasa,”ujar Manda Ali/ ketua komite
Yayasan :
Tekad dan kerja keras Hamka bersama para kerbatanya yang
juga menjadi pencetus berdirinya sekolah kolong rumah yang tak pernah kenal lelah
mengkampanyekan kesadaran pendidikan di kalangan anak-anak desa terpencil tak
bertepuk sebelah tangan. Meski baru mengajak sekitar lebih dari 140 siswa untuk
bersekolah, namun mereka kini terus menggencarkan sosialisasi dan kampanye akan
pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda.
Keterbatasan sarana dan tenaga guru yang tersedia tidak
membuat hamka dan para kerabatnya menyerah. Ia kini terus berussaha menggalang
dukungan termasuk pendaaan dari berbagai donator agar anak-anak desa yang terbelakang
secara ekonomi dan pendidikan ini bisa mendapatkan hak pendidikan yang layak
seperti dijamin dalam undnag-undang. “Saya prihatin, banyak anak-anak desa
tidak mendapatkan pendidikan hanya karena alasna tak ada sarana atau sekolah
jauh ke kota,”ujar Hamka/ pengelola yayasan
Hamka yang ditopang para kerabat dan para guru yang setia
mengabdi tanpa tanda jasa untuk mencerdaskan anak-anak desa membuat Hamka makin
bersemanagt mengeloalk dan mengembangkan sekolahnya. Hamka berharap gedung
berlantai dua yang kini sedang dibangunatas swadaya warga dan para guru yang
menguras koceknya sendiri untuk membantu sekolah kelak bakal dilengkapi sarana
pendidikan untuk menunjang kwalitas sdm keluaraan sekolahnya. Hamka berharap
agar pemerintah setempat bisa ikut mendorong dan membantu kemajuan anak-anak
desa dengan cara menyediakan guru bantuan agar kwalitas pendidikan di
sekolahnya bisa terus ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar