Selasa, 26 Maret 2013

Didik anak Putus Sekolah, Hamka dirikan Sekolah Kolong Rumah Hingga membangun gedung Mewah


Prihatin dengan masa depan anak-anak desanya yang kehilangan hak pendidikaknnya karena akses sarana pendidikan yang jauh dari pusat kota, membuat Hamka, pemuda asal Polewali mandar, Sulawesi barat mendirikan sekolah kolong rumah untuk menampung anak-anak yang tak bisa bersekolah. Semula sekolah yang didirikan 2005 lalu dengan jumlah siswanya hanya 5 orang dengan tujuh tenaga pengajar sukarela, namun dengan tekad dan kerja kerasnya meyakinkan warga di desanya, kini muridnya telah mencapai lebih dari 140 siswa dan memiliki dua unit gedung berlantai dua. Semula warga kurang berminat untuk mendorong anak-anak mereka ke sekolah dan lebih memilih mengarahkan anak-anak mereka bekerja dan membnatu orang tuanya, kini semakin bersemangat mendorong anak-anak mereka untuk mendapatkan pendidikan.
Hanya dalam waktu 7 tahun sejak sekolah kolong rumah ini didirikan Hamka bersama kerabatnya kini sekolah satu atap ini sudah membina sekolah untuk TK, SD, SMP dan SMA atau sederajat.  Sekolah kolong rumah Nur Ma’arif yang berdampingan dengan kandang kambing di rumah milik Hamka ini. Namun kerja keras lulusan sastra Inggris Yogyakarta ini mendorong dan menyakinkan warga akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda sebagai bekal masa depan merreka, perlahan kini mulai membuahkan hasil.

Hanya butuh waktu beberapa tahun untuk meyakinkan warga akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Kini jumlah siswanya terus bertambah hingga mencapai lebih dari 140 siswa. Jika sebelumnya hanya warga desa Sepang, kecamatan Luyo yang bersekolah di lokasi ini, kini ratusan siswa dari desa tetangganya yang juga kesulitan akses sarana pendidikan yang layak dan murah, mulai memilih sekolah yang didirikan Hamka bersama para kerabatnya ini.

Hamka bersama kerabatnya yang memainkan peranm di sector swasta mulai mendapat sambutan possitif dari berbagai pihak termasuk pemerintah setempat. Bupati Polewlai mandar, Ali Baal Masdar dan kepala dinas pendidikan Polewlai mandar, Arifuddin Toppo berharap, partisipasi masyarakat secara luas dalam mendorong pendidikan bisa semakin tumbuh agar percepatan sector pendidikan bisa berkembnag lebih cepat. “Kita berharap aka nada Hamka-hamka baru di Polewali mandar yang ikut berperan meajukan pendidikan dari sector swasta bersama pemerintah,”ujar Ali Baal kepada kompas.com di kantornya, Minggu (24/3) kemarin.

Karena keterbatasan sarana gedung dan ruang kelas, sekolah kolong rumah ini terpaksa menyekolahkan siswanya secara bergilir di kolong rumah. Siswa TK sampai SMP masuk lebih awal, sementara siswa sma atau Aliyah masuk setelah adik-adik kelasnya dipulangkan. Meski termasuk sekolah yang jauh di pelosok desa namun materi pelajaran tak ketingalan dengan siswa atau sekolah di perkotaaan. Di sekolah ini bahkan anak-anak dibiasakan belajar dalam tiga bahasa yakni Indonesia, Arab dan Inggris.

Hanya saja sekolah yang masih memiliki segala keterbatasan seperti perpustakaan, laboratorium praktek dan kantor sekolah hingga kini belum dimilikknya. Ruang guru sekaligus kantor hanya memanfaatkan salah satu ruangan belajar. Satu unit gedung berlantai dua hingga kini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, selain karena gedungnya sendiri belum rampung lantarankehabisan dana, juga ruangannya belum memiliki mobile ykursi dan meja belajar untuk menampung siswanya. Sebagian siswa terpaksa belajar melantai sambil berharap sekolah mereka segera dibenahi dan dilengkapi agar para siswanya bisa belajar dnegan baik.

Sekolah yang digagas Hamka bersamar para kerabat dan guru-guru suka rela yang mendukungnya  kini telah memiliki dua unit gedung. Satu diantaranya berlantai dua yang cukup prestisius untuk ukuran desa. 
Berkat dukungan dan bantuan pendanaan secara suka rela dari warga termasuk para guru-gurunya yang juga direkrut dari warga desa setempat, sekolah Nur Ma’arif yang digagas Hamka bersama sejumlah kerabatnya untuk membebaskan anak-anak desa dari keterbelakangan pendidikan dan tingginya angka pengangguran, kini sudah memiliki dua unit gedung salah satunya berlantai dua.

Agar tidak membebani para orang tua siswa yang rata-rata hidup dengan pendapatan rendah, Sekolah yang didirikan mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA atau sederajat ini, seluruhnya menggratiskan biaya pendidikan bagi para siswanya. Para siswa bahkan diberi bantuan berupa seragam seperti baju, sepatu, tas dan buku-buku agar para siswa bisa semakin bersemangat ke sekolah.

Dengan 14 belas guru pengajar yang seluruhnya adalah tenaga suka rela termasuk kepala sekolahnya Nur Ma’arif kini terus mengajak dan meyakinkan warga agar mereka mau mendorong anak-anak mereka bersekolah.

Berbekal tekad dan semnagat yang tak kenal lelah untuk menyelamatkan masa depan anak-anak desanya yang tidak bersekolah karena alasan sarana pendidikan yang jauh dari pusat kota hingga  mereka kehilangan hak pendidikannya, hamka berkeyakinan kemiskinan pendidikan yang mendera anak-anak desa yang mengalami kesenjangan pembangunan akan bisa mengangkat nasib dan masa depan anak-anak sedesanya dengan konsep pendidikan gratis yang sedang diterapkannya.

Hamka bersama sejumlah guru honorer yang terpanggil mengabdi dan mencerdaskan anak-anak desa tanpa pamrih, sekolah satu atap yang terdiri dari TK, SD, SMP dan SMA/seederajat yang dibuka untuk menampung ratusan anak-anak yang tak bersekolah karena alasan sarana pendidikan yang tidak tersedia mengaku maish punya sejumlah agenda pemberdayaan anak-anaka desa yang belum sempat diwujudkan kareha kondisi sarana dan parasarana sekolah yang masih terbatas.

Menurut hamka, kedepan para siswanya tak hanya diajari materi pelajaran sesuai kurikulum nasional, tapi juga mereka akan dibekali ilmu-ilmu terapan agar anak-anak desa atau lulusan sekolah Nur Ma’arif bisa memilik banyak bekal. .Salah satu usaha yang kini tengah diurintis adalah mengajari para siswanya yang hidup sebagai keluarga petani untuk menciptakan teknologi pertanian dengan cara menanfaatakan bahan-bahan alam seperti pembuatan pupuk dan  beragam kerajinan tangan yang seluruhnya memanfaatkan bahan-bahan alam yang melimpah di desanya.
Siswa :
Hasyim, salah satu siswa aliah Nur Ma’arif ini misalnya berbangga dan tak pwerlu merantau ke kota dan meniggalkan kampong halamannya hanya untuk bersekolah. Meski Hasyim harus berjalan sekitar 20 kilometer dari rumah ke sekolahnya, namun Hasyim mengaku tetap bersukur karena tak perlu repot membebani orang tuanya menyediakan biaya pendidikan untuk bersekolah. Pasalnya Hasyim mengaku seluruh kebutuhan sekolahnya termasuk seragam, sepatu, tas dan buku-buku diberikan pihak sekolah secara gratis. “Saya senang meski masih jalan kaki berkilo-kilometer tapi dnegan hadirnya sekolah nur Maarif jarak sekolah sudah makin dekat dan saya tak perlu meniggalkan orang tua ke kota hanya untuk sekolah,”ujar Hasyim/ siswa

Warga  :
Warga yang semula mencibir karena sekolahnya dinilai tak lebih dari sekolah kandang kambing yang tak akan merubah nasib dan masa depan anak-anak mereka seperti yang kerap digaungkan pihak pengelola sekolah Nur Ma’arif agar mendorong anak-anak mereka bersekolah kini mulai dilirik warga. Kehadiran sekolah yang semula dicibir karena dinilai tak lebih dari perkumpulan anak-anak jalanan dan putus sekoilah, Warga kini mulai merasakan manfaat kehadiran sekolah terpencil ini di desanya. Setidaknya mereka tak perlu lagi mengirim anak-anak mereka bersekolah ke kota karena tak ada sarana pendidkan di desanya. Kita bangga ada pemuda seperti Hamka yang berpikir maju untuk mengembangkan desa terutama pendidikan anak-anak desa yang tertinggal,”ujar Abdul samad/ warga atau orang tua siswa

Komite :
Ketua komite yang juga bagian dari pendiri tokoh masyarakat yang ikut mendirikan sekolah swadaya di sekolah kolong rumah ini mengaku bersyukur karena masyarakat desa Sepang bahkan desa lain di sekitarnya mulai tumbuh kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan, Terbukti anak-anak mereka yang semula hanya sibuk bekerja dan membantu orang tua di kebun kini mulai tertarik menyekolahkan anak-anak mereka. Yang menarik karena sekolah ini tidak memungut biaya apa pun dari para siswa dan orang tua, seluruhnya digratiskan agar para orang tua makin tertarik menyekolahkan anak-anak mereka hingga menuntaskan wajib belajar 12 tahun. “Meski sekolahnya jauh terpencil di kota namun material pelajarannya tak berbeda dnegan sekolah di kota, di tempat ini bahkan siswa diwajibkan tiga bahasa,”ujar Manda Ali/ ketua komite

Yayasan :
Tekad dan kerja keras Hamka bersama para kerbatanya yang juga menjadi pencetus berdirinya sekolah kolong rumah yang tak pernah kenal lelah mengkampanyekan kesadaran pendidikan di kalangan anak-anak desa terpencil tak bertepuk sebelah tangan. Meski baru mengajak sekitar lebih dari 140 siswa untuk bersekolah, namun mereka kini terus menggencarkan sosialisasi dan kampanye akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda.

Keterbatasan sarana dan tenaga guru yang tersedia tidak membuat hamka dan para kerabatnya menyerah. Ia kini terus berussaha menggalang dukungan termasuk pendaaan dari berbagai donator agar anak-anak desa yang terbelakang secara ekonomi dan pendidikan ini bisa mendapatkan hak pendidikan yang layak seperti dijamin dalam undnag-undang. “Saya prihatin, banyak anak-anak desa tidak mendapatkan pendidikan hanya karena alasna tak ada sarana atau sekolah jauh ke kota,”ujar Hamka/ pengelola yayasan

Hamka yang ditopang para kerabat dan para guru yang setia mengabdi tanpa tanda jasa untuk mencerdaskan anak-anak desa membuat Hamka makin bersemanagt mengeloalk dan mengembangkan sekolahnya. Hamka berharap gedung berlantai dua yang kini sedang dibangunatas swadaya warga dan para guru yang menguras koceknya sendiri untuk membantu sekolah kelak bakal dilengkapi sarana pendidikan untuk menunjang kwalitas sdm keluaraan sekolahnya. Hamka berharap agar pemerintah setempat bisa ikut mendorong dan membantu kemajuan anak-anak desa dengan cara menyediakan guru bantuan agar kwalitas pendidikan di sekolahnya bisa terus ditingkatkan.

Hamka mengaku bangga, kerja kerasnya bersama para pengelola sekolah Nur Ma’arif sejak dua tahun terakhir telah ditunjuk untuk menjadi pelaksana ujian nasiuonal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar