Keputusan pemerintah menganggarkan 20 persen dana pendidiikan dalam apbd untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional tampaknya tak banyak menyentuh warga pedesaan, terutama di dusun terpencil. Di mamuju, sulawesi barat misalnya, puluhan siswa sebuah sekolah dasar masih harus belajar di sekolah yang kumuh dan berlantai tanah sambil berdesak-desakan lantaran sekolah mereka tak memiliki ruangan dan mobiler yang cukup. Karena tak ada ruangan kepala sekolah dan guru-gurunya pun terpaksa harus berkantor di teras sekolah.
Seperti inilah kondisi empat ruang kelas di sekolah dasar
kecil salupattung, desa Leling utara, kecamatan tommo, kabupaten mamuju. Para
siswa harus belajar berdesakan diatas mobiler tua yang nyaris rubuh lantaran
mereka tak memiliki ruangan dan mobiler yang cukup untuk menunjang proses
belajar mengajar yang standar, seperti layaknya sekolah-sekolah di kota.
Kondisi ruangan yang kecil/serta konstruksi bangunan kayu
yang sudah tua hingga fasilitas yang digunakan sangat miskin tampak
memperihatinkan. Dibalik keterbatasan fasilitas dan sarana sdm yang terbatas,
para siswa ini ndituntut memenuhi standar pendidikan yang dipersyaratkan
pemerintah secara nasional.
Tak ada fasilitas mewah. Sekolah betrlantai tanah dan
berdindin papan yang sebagain sudah rubuh karena lapuk dimakan usia ini juga
miskin saran lain seperti perpustakaan/ laboratorium, kantor dan sarana mck.
Para siswa terpaksa belajar sambil berdesak-desakan lantaran meja dan kursi tua
yang digunakan sangat terbatas.
Guru-guru yang mengajarpun/hanya ibu-ibu rumah tangga yang terbeban mengajar secara sukarela demi mendidik anak-anak desa yang kelak diharapkan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa. Para guru suka rela yang mayoritas ibu-ibu rumah tangga ini mengajar sambil membawa anak-anak mereka ke sekolah karena tak ada yang menjaga di rumah saat mereka mengajar.
Guru-guru yang mengajarpun/hanya ibu-ibu rumah tangga yang terbeban mengajar secara sukarela demi mendidik anak-anak desa yang kelak diharapkan tumbuh menjadi generasi penerus bangsa. Para guru suka rela yang mayoritas ibu-ibu rumah tangga ini mengajar sambil membawa anak-anak mereka ke sekolah karena tak ada yang menjaga di rumah saat mereka mengajar.
Kondisi bangunan yang kumuh, sempit dan berlantai tanah
yang kerap banjir dan becek saat hujan seperti ini/membuat sebagian siswa-siswi
tak betah mengikuti proses belajar mengajar. Para siswa ini mengaku kerap irih
melihat fasil;itas dan gedung sekolah yang mewah di kota jika mereka
membandingkan sekolahnya sendiri. Suasananya kurang nyaman, kalau hujan banjir
dan becek dan saat kemarau panas karena dindingnya bocor, stiven (siswa sdk
lomban)
Saat hujan dan banjir datang, mereka harus keluar kelas lantaran ruangan mereka tergenang air. Saat panas terik matahari menyengat kulit mereka terpaksa tetap belajar sambil berpanas-panasan lantaran sebagain dinding sekolah mereka dari papan sudah copot karena lapuk. Ironisnya, sekolah yang sudah berumur puluhan tahun hingga kini belum pernah tersentuh bantuan pemerintah. BAngunan yang ada saat ini seluruhnya murni swadaya masyarakat yang juga hidup serba terbatas sebagai npetani kecil di lokasi ini. Pemerintah kabupaten mamuju khusunya dinas pendidikan setempat seolah menutup mata dan tidak pernah menggelontorkan dana pembangunan gedung sekolah untuk meningkatkan kwalitas pendidikan anak-anak desa yang serba tertinggal.
Saat hujan dan banjir datang, mereka harus keluar kelas lantaran ruangan mereka tergenang air. Saat panas terik matahari menyengat kulit mereka terpaksa tetap belajar sambil berpanas-panasan lantaran sebagain dinding sekolah mereka dari papan sudah copot karena lapuk. Ironisnya, sekolah yang sudah berumur puluhan tahun hingga kini belum pernah tersentuh bantuan pemerintah. BAngunan yang ada saat ini seluruhnya murni swadaya masyarakat yang juga hidup serba terbatas sebagai npetani kecil di lokasi ini. Pemerintah kabupaten mamuju khusunya dinas pendidikan setempat seolah menutup mata dan tidak pernah menggelontorkan dana pembangunan gedung sekolah untuk meningkatkan kwalitas pendidikan anak-anak desa yang serba tertinggal.
Beberapa guru dan kepala sekolah mengaku sudah sering kali melaporkan hal ini kepada pemerintah kabupaten serta dinas pendidikan setempat, namun sekolah yang didirikan sejak terbukanya dusun ini tak kunjung mendapat bantuan untuk pembangunan gedung dan pengadaaan mobiler yang cukup. Hingga kini sekolah kami belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk membenahi fasilitas gedung yang mulai hancur termasuk mobilernya,”ujar darius (kepala sdk salu pattung)
Hal serupa juga dikeluhkan pengawas sekolah. Anak-anak
mereka terpaksa belajar dalam kondisi yang miris. Fasilitas pendidikan yang
minim, serta guru-gurunya hanya ibu rumah tangga yang membantu secara suka
rela,”ujar Budiman (pengawas sd desa leling)
Sungguh tak wajar jika dinas pendidikan yang mendapat
porsi anggaran pendidikan paling besar dalam apbn dan apbd, masih tampak gedung
sekolah yang memperihatinkan seperti ini.Bukankah setiap tahun pemerintah pusat
menggelontorkan dana triliunan rupiah untuk perbaikan sarana dan fasilitas
sistem pendidikan, namun kenyataannya ribuan siswa terutama di pedesaan
terpencil masih harus belajar dibawah
bayang-bayang ketakutan lantaran sekolah mereka
jauh dari layak ditempati untuk
menimba ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar