Selasa, 12 Maret 2013

Sambut musim bunga dan buahn dengan ritual Mattammu


Warga Polewali mandar, Sulawei barat menyambut datangnya miusim bunga dan buah dengan cara menggelar ritual mattammu.  Tradisi tahunan ini selain dianggap sebagai persembahan doa kepada tuhan agar bunga dan buah-buah yang menjadi sumber mata pencaharian mereka tahun ini bisa melimpah. Ritual mattamu ini juga bermakna sebagai bentuk pengukuhkan atau penyatuan hubungan harmonisasi antar manusia dan alam sebagai penopang kehidupan mereka.
Ratusan warga dusun erang batu desa batetangnga, kecamatan bianung, polewali mandar, menggelar ritual mattammu atau menyambut datangnya musim bunga dan buah-buahan, Jumat (1/3) hari ini. Warga yang hidup sebagai petani buah-buahan seperti durian, duku atau langsat, mangga dan rambutan yang kini sedang menghadapi puncak musim panen pada pertengahan maret bulan ini, menggelar tradisi mattammu sebagai simbol doa dan penyatuian alam dan manusia.

Tradisi leluhur yang terus dipertahankan warga desa ini umumnya digelar dua kali dalam setahun, terutama pada saat menyambut musim bunga dan menjelang puncak musim buah.

Ritual mattammu atau menyambut musim bunga dan buah yang digelar secara berkelompok atau individu keluarga petani buah ini tidak hanya bermakna sebagai persembahan doa kepada penguasa alam agar hasil bunga dan buah-buahan mereka tahun ini bisa lebih melimpah. RIritual yang didahulu dengan membakar lammang atau nasi ketan dicampur santan murni dalam bammbu kemudian dibakar hingga matang ini juga bermakna sebagai simbol penyatuan antar manusia dan alam sebagai satu kesatuan yang saling menopang kehidupan mereka.

Proses ritual mattammmu biasnaya digelar di puncak gunung terutama di tengah-tengah lahan buah milik warga di sebuah dusun atau desa. Setiap keluarga menyumbangkan beras ketan dan kelapa dan ikan. Beras, kelapa dna ikan hasil sumbangan warga secara berkelompok ini kemudian dimasak bersama-sama. Ratusan warga dusun atau desa berkumpul di satu tempat. Saat ritual ini berlangsung tidak diperkannakan ada darah yang menetes. Karena itulah saat ritual iin berlangsung/ memotong ayam/ kambing atau binatan lain tak diperkeknakan.

Lammang berupa nasi ketan yang dicampur santan yang telah masak ini selanjutnya dipotong-potong kecil selanjutnya disajikan dalam piring dna baki. Sebelum disantap, sejumlah tokoh adat atau tokoh agama menggelar doa di tengah kebun buah.

Tokoh adat atau tokoh masyarakat desa batetangnga, Hasan Dalle menyebutkan ritual mattammu yang digelar warga secara turun temurun umumnya dilakukan secara berkelompok dalam satu dusun atau desa. Selain itu tradisi ini juga biasnaya digelar masing-masing keluarga agar ritual ini lebih bermakna bagi para petanbi dan keluarganya.

“tradisi ini merupakan bentuk doa menyambut bunga dan buah sekaligus bentuk penyatuan atau harmonisasi alam dan manusia,”ujar Tomas, Hasan dalle

Seperti tahun sebelumnya, para petani buah terutama durian, rambutan dan duku di wilayah ini bisa meraup untung dari hasil penjualan buah hingga jutaaan rupiah, per sekali musim buah. Bayangkan, buah duriuah yang biasanya dijual paling murah Rp 10 ribu perbiji umumnya petani mendapatkan keuntungan hasil penjualan buah rp 500 ribu hingga satu juta per pohon.

Bisa dibayangkan jika dalam satu hektar ada 50 pohon durian saja, berarati pendapatan petani bisa mencapai puluhan juta rupiah. Ini baru buah durian belu termasuk buah rambutan dan duku yang biasnaya berbuah secara bnersamaan setiap tahunnya. Umumnya petani di desa ini memiliki kebun buah satu hingga tiga hektar.

Para petani yang mengganttungkan hidup mereka sebagai petani buah, berharap, musim bunga dan aneka buah yang mereka tanam sebagai sumber mata pencaharian mereka seperti durian, rambutan, duku atau langsat dan mangga tahun ini produksinya bisa melimpah dan memberi hasil yang lebih baik (Mandar, 01032013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar