Sudah tujuh tahun
lebih, Kindo Kali (70 tahun) atau yang akrab disapa Sayang, hidup menyendiri di
sebuah gubuk tua berukuran tak lebih dari 1,5 x 2 meter persegi, persis di
tengah hutan yang jauh dari lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya.
Warga Dusun
Tosondeng, Desa Luyo, Kecamatan Luyo, Polewali Mandar ini, kini sudah tak mampu
lagi bekerja mencari nafkah. Sejak tiga tahun lalu Kindo tak lagi bisa
bepergian dari rumahnya. Jangankan bekerja mencari nafkah, berdiri dan meninggalkan gubuk tuanya saja
tak mampu lagi. Selain karena faktor usia tua, juga karena sebagian sarafnya
tak lagi berfungsi normal, setelah sembuh dari penyakit kusta yang mendera
tubuhnya, selama hampir enam tahun.
Untuk bisa bertahan
hidup di rumahnya, Kindo hanya berharap uluran tangan pada pemerintah dan warga
kampung yang bersimpati dengannya. Kindo mengaku sedih, sejumlah anak dan
cucunya yang dulu pernah serumah sebelum Kindo terserang penyakit kusta, hingga
kini tak kunjung datang menjenguknya.
Kindo menceritakan, dirinya
diasingkan keluarganya di tengah hutan, sejak terserang penyakit kusta tujuh
tahun yang lalu, lantaran tidak semua warga di desanya bersedia menerima
kehadirannya. “Saya sedih nak, orang
menolak saya tinggal di kampung"”ujar Kindo sedih
Lingkungan keluarga dan masyarakat dan pemerintah yang mengabaikan hak warga negara seperti Kindo yang harus hidup terlantar seorang diri di tengah hutan tanpa sanak keluarga adalah sebuah pelanggaran "Hak Asasi Manusia". Bagaimana pun Kindo yang pernah menderita kusta berhak hidup yang layak di tengah komunitas masyarakat secara normnal seperti warga lainnya.
Beruntung petugas kesehatan setempat menemukan Kindo dan merawatnya hingga sembuh. Abdul Kasim, petugas pemberantasan penyakit kusta Dinas Kesehatan Polewali Mandar menjelaskan, diperlukan waktu hampir tiga tahun untuk menyembuhkan Kindo dari penyakit kusta yang menderanya. Kindo harus mengkonsumsi obat secara rutin di tengah hutan, hingga sembuh total dari penyakit kusta yang dideritanya.
Tak
jelas asal
usulnya, Kindo sendiri memilih tertutup dan tak ingin menceritakan asal
usul keluarganya termasuk anak-anaknya. Kindo tiba-tiba saja ditemukan
warga Desa Luyo tinggal di tengah
hutan, Kindo yang hanya mahir berbahasa Mandar ini mengaku tak tahu
dirinya
berasal dari desa apa. Camat Luyo, Andi Bebas Manggazali dan Kepala Desa
Luyo,
Darmawati mengaku heran, Kindo tiba-tiba ditemukan warga tinggal di
tengah
hutan dalam keadaan sakit.
Lingkungan keluarga dan masyarakat dan pemerintah yang mengabaikan hak warga negara seperti Kindo yang harus hidup terlantar seorang diri di tengah hutan tanpa sanak keluarga adalah sebuah pelanggaran "Hak Asasi Manusia". Bagaimana pun Kindo yang pernah menderita kusta berhak hidup yang layak di tengah komunitas masyarakat secara normnal seperti warga lainnya.
Beruntung petugas kesehatan setempat menemukan Kindo dan merawatnya hingga sembuh. Abdul Kasim, petugas pemberantasan penyakit kusta Dinas Kesehatan Polewali Mandar menjelaskan, diperlukan waktu hampir tiga tahun untuk menyembuhkan Kindo dari penyakit kusta yang menderanya. Kindo harus mengkonsumsi obat secara rutin di tengah hutan, hingga sembuh total dari penyakit kusta yang dideritanya.
Meski telah sembuh,
Kindo kini malu bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Cacat pisik yang dideita
akibat badannya digerogoti penyakit kusta bertahun-tahun, membuat Kindo
kehilangan percaya diri untuk bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Pemerintah setempat
kini berupaya mengembalikan Kindo ke tengah lingkungan sosialnya, agar bisa
berbaur kembali di tengah masyarakat sekitarnya.
Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia
Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia
Kami dari panitian kompetisi IHRBA
BalasHapustulisan ini sudah masuk dalam sistem kami, tapi belum dapat kami setujui karena belum sesuai dengan persyaratan teknis.
Silahkan sesuaikan dengan persyaratan teknis di http://hamblogger.org/peraturan-dan-ketentuan/