Puluhan aktifis himpunan mahasiswa islam (HMI) polewlai mandar sulawesi barat, menggelar aksi unjuk rasa di kantor catatan sipil dan pengadilan setempat, Kamis (28/3) siang tadi. Mereka memprotes maraknya pungutan liar (pungli) di kantor pengadilan dan capil terkait biaya pengurusan akte kelahiran yang dibebankan warga hingga rp 400 ribu per anak. Banyak orang tua siswa menegluh lantaran anak mereka tak bisa diikutkan ujian di sekolah jika tak memiliki akte kelahiran, sementara untuk mendapatkan selembar akte kelahiran, para orang tua siswa harus menguras kocek hingga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah.
Puluhan
aktifis himpunan mahasiswa islam (HMI) polewlai mandar ini menggelar aksi unjuk
rasa di kantor pengadilan negeri polewali mandar, Kamis (28/3) siang tadi. Mereka
memprotes maraknya pungutan liar yang diduga dilakukan secara terorganisir di
kantor pengadilan dan catatan sipil polewali mandar.
Warga atau
orang tua yang ingin menguruskan selembar akte kelahiran untuk anak-anak mereka
dminta bayaran berpariasi Rp 250 ribu
hingga satu jutaan. Pada hal dalam perda kependudukan akte kelahiran telah
digratiskan bagi anak berumur 18 tahun ke bawah. Anehnya pungutan dikantor
capil dan pengadilan masih membebani warga, terutam mereka yang kurang mampu.
Para
mahasiswa ini menuding ada gerakan politisasi birokrasi dikantor catatan sipil
bekerja sama denganpengadilan setempat untuk mengeruk untung besar dari proses
pengurusan akte kelahiran yang seharusnya diberikan secara gratis oleh negara
kepada setiap warganya.
Modusnya,
para siswa yang akan mengikuti ujian diwajibkan pihak sekolah untuk memiliki
akte kelahiran. Sebetulnya aturan ini tak jadi masalah, hanya saja ketika para
siswa atau para orang tua siswa berurusan di kantor capil atau pengadilan untuk
mengurus akte kehiran bagi anak-anaknya,
mereka harus menguras kocek hingga jutaan rupiah. Bayangkan kalau setiap
orang tua punya anak tiga yang bersekolah dan harus membayar sampai rp 400 ribu
per orang/ itu artinya mereka harus menyediakan biaya hingga Rp 1,2.
Anehnya
pihak pengadilan maupun capil yang diminta para mahasiswa menjelaskan alasan
pungutan liar tersebut tak bisa menjelaskan dengan alasan yang rasional kepada
para mahasiswa. Pihak pengadilan mengaku memang minta bayaran Rp 170 ribu untuk
biaya admisitrasi, namun menurut mahasiswa surat edaran mahkamah agung no 6
tentang biaya perkara tak bisa dijadikan rujukan untuk meungut bayaran
pengurusan akte kelahiran. Pengadilan dan capil tak bisa member alasan rasional
soal landasan mereka melakukan pungutan di bagi warga yang menguru akte
kelahiran,”ujar Taupik, koordinator aksi
Untuk
menari perhatian warga yang lalu lalang, massa hmpi sempta menyandera sebuah
mobil tangki pertanmina sambil berorasi. Namun hanya berlangsung sekitar 30
menit sebelu mbil pertana dipersilahkan melanjutkna perlanan mereka.
Keributan
kecil sempat terjadi di kantor catatan sipil. Sejumlah pegawai capil tersinggung dengan orasi para mahasiswa
yang menuding perbuatan pungli di kantor
tersebut layaknya anjing pemakan bangkai.
Kepala kantor
catatan sipil, Sarja yang hendak dimintai keterangan oleh wartawan terkait
protes pungutan liar yang marak di kantornya malah menghindari kejaran wartawan. Sarja berlasan tak bisa
memberi keterangan sebelum melakukan
klarifikasi secara mendalam di intansisnya. (Mandar, 28032013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar