Berjalan kaki belasan kilometer dari rumah ke sekolah mereka
setiap hari tak membuat para siswa terpencil di desa Batetangnga Polewali
mandar Sulawesi barat ini patah semangat.
Berbekal Obor Bambu, Para Siswa ini berjalan kaki melintasi jalan setapak,
Menembus Kegelapan Hutan Belantaran dan Pegunugan di subuh hari, demi
bersekolah dan mnegejar cita-cita mereka. Akses sarana pendidikan yang jauh dan
infra struktur jalan yang belum menjangakau ke desa mereka, memaksa para
anak-anak laskar pelangi ini harus berjuang demi mendapatkan pendidikan.
Para orang tua siswa di desa ini berharap, pemerintah
bisa segera membangun jalan desa yang layak untuk membuka keterisolasian desa
mereka dari kota. Infra struktur jalan yang belum memadai mebuat sarana
angkutan umum seperti ojek sulit menembus lokasi ini. Warga menilai perbakan
jalan desa ke dusun mereka bisa meringankan perjuangan anak-anak mereka yang
terpaksa berjlaan kaki belasan kilometer, sejak subuh hari ke sekolah karena
tak ada sarana transfortasi ke sekolah. (Mandar, 11/03/2013)
Berbekal sebuah obor bambu yang telah diisi minyak tanah,
anak-anak terpencil di dusun Penanian, desa Batetangnga, kecamatan Binuang,
POlewali mandar, Sulawesi barat ini sudah harus berangkat dan meniggalkan rumah
dan orang tua mereka. Para siswa ini meninggalkan rumah subuh hari agar tidak
terlambat tiba di sekolah sebelum jam pelajaran dimulai. Maklum, anak-anak
Mdrazah Ibdidaiyah Binuang ini haeus menempuh perjalan kaki belasan kilometer
menembus hutan belantara dan pegunuban yang terjal.
Tak hanya itu, anak-anak laskar pelangi ini juga harus
melintasi sejumlah anak sungai dan jembatan gantung sepnajang 50 meter yang
sangat berbahaya. Kondisi jalan yang terjal dan licin terutama saat diguyur hujan
harus bisa ditaklukkan para siswa ini, agar bisa sampai ke sekolah mereka sebelum
jam pelajaran dimulai. Saat hujan deras dan sungai meluap anak-anak ini kerap
tak bisa sampai ke sekolah dan memilih pulang ke rumah daripada mereka
menyabung nyawa.
Agar tidak takut saat menjumpai hewan liar seperti monyet
dan babi hutan yang kerap melintas di sepanjang perjalanan mereka ke sekolah,
anak-anak umunya saling tunggu di perjalanan dengan siswa lainnya. Sementara
siswa kelas satu dan dua yang biasanya takut dan belum terbiasa bepergian ke
sekolah sendirian, diantar jempur orang tua mereka.
Nanni, orang tua siswa di dusun Pananian Polewali mandar tak
henti hentinya mendorong dan memotivasi anak-anaknya agar ia bisa tetap
bersemangat ke sekolah meski jaraknya jauh dan harus berjalan kaki berkilometer.
Banyak siswa di dusn ini memilih berhenti sekolah karena lasan jauh dan
melelahkan. “Kasihan anak-anak harus berngkat pagi-pagi saat warga masih
tertidur, agar mereka bisa tiba di sekolah sebelum pelajaran dimulai,”tutur
Nanni.
Tiba di sekolah anak-anak ini langsung masuk kelas dan
belajar seperti biasnaya. Beruntung di sekolah ini para guru tak menerapkan
aturan disiplin ketat. Para siswa yang rumahnya jauh dan harus berjuang bisa
sampai ke sekoloah, tetap diperkennakan para guru masuk kelas dan mengikuti pelajaran
seperti siswa lainnya.
Agar para siswa terpencil ini tetap bersemnagat ke sekolah para
guru dan rekan mereka kerap menghibur dan menyambut mereka bak pahlawan. Para
guru maklum dan salut dengan semnagat para siswa mereka yang harus berjuang agar
bisa bersekolah. Tak ada aturan ketata soal seragam di sekolah ini. Para siswa
boleh memakai baju apa saja termasuk memakai sandal jepit. Bagi guru kedatangan
para siswa ke sekolah adalah berkah. Maklum jarak rumah mereka yang jauh dari
sekolah bukanlah perjuangan ringan untuk bisa sampai ke sekolah.
Guru madrazah ibtidaiyah Biru, Seniwati mengaku salut dengan
semangat dan perjuangan para siswa mereka untuk bisa bersekolah, meski jarak
rumhnya ke sekolah cukup jauh. “Bagi para guru, kedatangan siswa di sekolah
yang rumahnya cukup jauh adalah berkah, kalau pun mereka terlambat, dimaklumi
para guru karena rumahnya jauh dan mereka harus berjalan kaki belasan
kilometer,”ujar Seniwati.
Usai jam pelajaran anak-anak ini pulang ke rumah mereka sekitar
pukul 13.30 wita. Cuaca panas atau hujan yang membuat jalanann licin menjadi
tantangan terberat bagi para siswa ini. Saat pulang sekolah para siswa
terpencil ini justru merasakan tanntangan lebih berat. Berpeluh keringan karena
cuaca panas atau basah kuyup saat hujan di perjalanan sudah biasa mereka
terima.
Tanpa bekal makanan dan uang jajan, anak-anak desa yang
dididik untuk terbiasa hidup irit dan melawan rasa lapar ini umumnya hanya
sarapan pagi sebelum berangkat ke sekoah. Mereka baru makan siang pada pukul
16.00 wita atau lebih lambat, saat mereka tiba di rumah.
Masdar, salah seorang siswa madrazah ibtidaiyah yang
rumahnya di puncak gunung di dusun Penanian kecamatan Binuang Polewali Mandar
ini mengaku senang ke sekolah meski masdar dan siswa lainnya harus berjuang
agar bisa smpai ke sekolah setiap hari. Alasannya sambutan para guru yang
bersahabat layaknya disambut orang tua dan keluarga sendiri meski mereka datang
terlambat, membuat para siswa ini bangga dan senang herada dan bermain di
sekolah seperti layaknya mendatangi rumah mereka sendiri. “Saya senang karena guru-gurunya
peramah dan bersahabat,”ujar masdar.saat beristirahat bersama teman-temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar