Meski anaknya sudah tiga tahun terbaring sakit di rumahnya, seorang janda miskin di Polewali Mandar sulawesi barat tak mampu membawa anaknya berobat ke rumah sakit. Profesinya sebagai Pedagang Kerupuk jauh dari cukup untuk membiayai pengobatan anaknya. Jangankan membawa anaknya ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang layak, Untuk makan sehari-hari saja janda miskin ini terkadang harus mengutang ke sanak tetangga jika hasil jualan kerupuknya tak cukup untuk membeli beras.
Ansar (18) warga asal
desa Lekopaddis, kecamatan Tinambung, Polewali mandar ini sudah tiga tahun
terbaring lemas di rumahnya. Jangankan bekerja membantu meringankan ibunya
Fatimah (55) tahun yang hidup berprofesi sebagai pedagang kerupuk. Mengurus
dirinya saja sendiri masih harus berpangku tangan pada orang tuanya.
Tak jelas penyakit
apa yang diderita Ansar. Yang pasti perutnya kini semakin membuncit dan badannya
semakin kurus kerempeng karena menderita sesak nafas dan sakit dada. Ansar
hanya bisa terbaring lemas di rumahnya saat Fatimah sedang sibuk membuat
kerupuk untuk dijual ke tetanganya. Ansar jatuh sakit pertama kali saat
terjatuh dari sebuh pohon mangga sejak tiga tahun lalu. Semula Ansar hanya
dibawah berobat ke dukun kampung namun tak kunjung sembuh. Sejak awal para tetangga sudah menyarankan Fatimah
agar memeriksakan anaknya ke rumah sakit, namun karena alasan keterbatasan
biaya Fatimah tak kunjung membawa putra bungsunya dari tiga bersaudara.
Ansar memang pernah
dibawa ke rumah sakit beberapa pekan lalu, setelah mendapat bantuan biaya sebesar
Rp satu juta rupiah dari camat setempat.
Namun Fatimah minta pulang paksa dari rumah sakit. Bantuan senilai satu juta
yang diterimanya hanya habis untuk menebus resep dokter. Sementara pekerjaan Fatimah
sebgai pedagang kerupuk terhenti total lantaran seluruh waktunya habis untuk mengurus
anaknya di rumah sakit. Karena tak punya biaya hidup dan makan, Fatimah akhirnya
minta pulang sebelum sembuh atau tahu jenis penyakit anaknya. “Saya minta
pulang karena sudah kehabisan biaya. Pekerjana saya terhenti dan saya kesulitan
mencari biaya untuk beli beras,”ujar Fatimah
Ansar kini kembali
dirawat di rumahnya. Fatimah berharap
Ansar anak bungsunya kelak bisa segera sembuh agar menjadi anak berbakti pada
kedua orang tuanya. Fatimah mengaku kerap meneteskan air mata karenatak bisa
mengupayakan kesmebuhan anaknya. Fatimah sebetulnya berharap anaknya isa
dirawat dokter yang wajar namun karena keterbatasan biaya Fatimah mengaku hanya
mengusap dada..
Ansar tak bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan yang wajar lantaran tak punya Jamkesmas.
Rumahnya yang sudah tampak reok, seluruh atapnya bocor dan tak kunjung
diperbaiki. Jangankan membenahi rumahnya yang membutuhkan dana jutaan rupiah,
biaya hidup untuk diri dan anaknya saja morat marit. Hasil jualan kerupuk yang
tak seberapa jauh dari cukup untuk menopang kebbutuhan hidupnya sehari-hari.
Pemerintah memang
telah menggelontorkan dana milyaran rupiah untuk merenovasi rumah penduduk
warga miskin yang layak dibantu. Namun entah karena alasan apa Fatimah tidak
termasuk yang beruntung mendapatkan bantuan pemerintah. Sementara di sejumlah
desa dan kelurahan banyak warga yang memprotes pemerintah karehna bantuan
tersebut dinilai salah alamat. Banyak warga yang rumahnya tergoolong relatif
mewah malah mendapat bantuan renovasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar