Sabtu, 07 Juli 2012

Tak Punya Lapangan Anak-Anak Lasape Bermain Bola di Sungai


Bola. Tak punya sarana olahraga yang memadai tidak mengurangi semangat anak-anak desa Lasape, kabupaten Pinrang, Sulawesi selatan untuk menumbuhkan semangat dan bakat mereka bermain bola. Tak punya lapangan bola, Sungai kering di kolong jembatan pun disulap jadi arena bermain bola yang seru. Beragam teknik-teknik bermain bola yang mereka tonton dari pemain idola mereka diperaktekkan dalam permainan ini. Meski pertandingan mereka berlangsung keras tanpa wasit dan petugas keamanan, namun mereka tak pernah terlibat konflik apalagi kerusuhan karena tim mereka kalah bermain.

Jam baru menunjukkan pukul 15.00 wita, namun puluhan anak-anak desa Lasape, kecamatan Duampanua Pinrang, Jumat (7/7) kemarin ini sudah larut dalam permainan bola yang seru. Berpeluh keringat dan pasir tak mereka hiraukan, yang penting mereka bisa bermain dan menghibur diri.

Tempat mereka bermain bukanlah lapangan bola seperti yang anda duga, tapi anak-anak ini bermain bola di sungai yang kering atau saat air surut. Jika hujan dan air sungai naik, para anak-anak ini tentu saja harus bersabar menunggu sampai air sungai surut. Saat musim hujan dan sungai meluap mereka tentu saja tak bisa menggelar permainan bola yang seru dan menghibur ala anak-anak desa ini.

Meski tak ada hadiah apa pun yang muluk-muluk yang menjadi motifasi anak-anak, permainan mereka tetap seru. Setiap tim tampak berjuang keras menjadi pemenang dengan cara menyarankan bola di gawang lawan. Syaratnya Cuma satu, Setiap tim yang kalah harus membuka baju sampai tim mereka bisa mengalahkan lawannya. Berbeda dengan tim bola lainnya, jumlah pemain bisa lebih dari 11 orang tergantung jumlah anak-anak yang hadir. Tim yang terdiri dari beragam usia dan pendidikan ini bisa saja jumnlahnya 12 pemain atau lebih tergantung anak-anak yang datang.

Meski permainan mereka berlangsung seru dan keras, namun tak ada keributan antar tim, lantaran mereka kalah dengan tim lawan. Kekalanhan tim menjadi soal yang biasa saja. Usai bermain bersama mereka kembali ke desa masing-masing sambil berjalan kaki hingga 3 kilometer dari lokasi permainan.

Tak ada durasi permainan yang baku. Permaiann mereka bisa berlangsung lebih dari 2x45 menit, tergantung waktu. Umumnya permainan mereka dimulai pukul 15.00 wita dan disudahi sesaat setelah menjelang magrib atau pukul 18.00 wita. Permainan mereka tak dipimpin wasit apalagi dijaga petugas keamanan. Saling ledek antar tim tak membuat tim yang kalah tersinggung apalagi berujung tawuran.

Larut dalam permainan bola seperti ini merupakan bagian dari cara anak-anak di pinrang mengisi waktu liburan mereka dengan kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan tanpa harus menguras biaya besar.

Andy, salah satu siswi SMP di Pinrang ini mengaku terpaksa bermain bola di sungai bersama anak-anak sedesanya lantaran di kampung halamannya tak punya sarana olahraga seperti lapangan sepak bola. “sungai jadi lapangan bola karena kita tak punya lapangan bola,”ujar Andy.

Ichal, siswi SMA di pinrang ini mengisi liburan dnegan cara bermain bola dengan anak-anak sedesanya. Ichal mengaku kerap kesulitan mempraktekkan teknik-teknik bermain bola dari pemain idola yang mereka tonton di televisi. Kesempatan bermain bola hanya bisa dilakukan pada musim kemarau saat sungai kering. “Saat hujan dan sungai meluap kita tidak bisa bermain bola lagi dan harus menuggu sampai air surut,”ujar Ichal.





2 komentar:

  1. tak jarang anak-anak dari pinrang jago mengocek bola karena tempat latihan mereka tak mesti dilapangan yang seharusnya..
    pasir sungai (karangang) pun bisa jadi altrnatifnya..
    ewako penrang..
    ayo kita ciptakan penerus PRESPIN bahkan TIMNAS...
    enrie tho Pekkabata PAria..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheee.....
      Ewakoo. siapa tahu bibit bola timnas balak lahir dari Pinrang

      Hapus