Selasa, 04 Desember 2012

Jadi Korban Kekerasan 2,4 Persen Siswa Takut ke Sekolah


Praktek kekerasan di dunia pendidikan sejak puluhan lalu masih saja kerap terjadi. Pada hal pendidikan yang sarat dengan kekerasan terbukti membawa efek traumatik bagi para siswa di sekolah. Di Polewali Mandar, Sulawesi barat misalnya sebanyak 2,4 persen dari 2316 siswa yang ditemukan tidak sekolah saat ini mengaku trauma ke sekolah lantaran malu dan takut pernah jadi korban kekerasan guru di sekolah. Para korban mengaku mendapat perlakukan kekerasan dari gurunya, hanya karena sang siswa tidak mengerjakan PR, bolos sekolah, saling jek dengan teman sekelas atau ulah sang siswa dianggap melecehkan sang guru.
Data Sistem Imformasi Berbasis Masyarakat (SIPBM) Polewali Mandar misalnya mencatat, ada puluhan siswa atau sekitar 2,4 persen dari 2316 siswa yang tidak bersekolah dan memilih putus sekolah karena trauma pernah menjadi korban kekerasan guru di sekolah. Para korban mengaku takut ke sekolah karena taruma dan malu dengan tindak kekerasan yang pernah dialaminya.

Kepala bidang pendidikan luar sekolah Dinas pendidikan dan olahraga (dispora) polewali Mandar, Johannes Peterson mengatakan dari 2316 siswa yang telah didata untuk smeentara ditemukan sebanyak 2,4 persen atau 50 lebih dari 2316 siswa yang ditemukan tidak sekolah saat ini beralasan takut dan trauma ke sekolah karena pernah jadi korban kekerasan guru di sekolah.

Minimnya dorongan orang tua siswa terhadap anak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak makin memperburuk situasi. Banyak anak lebih memilih bekerja dan membantu orang tua mereka daripada memilih menyelesaikan wajar 9 tahun dan 12 tahun yang kini sedang dicanangkan pemerintah. Sedang 61,1 persen anak tidak sekolah karena alasan tak ada biaya seperti tidak bisa membeli seragam, tidak ada biaya transfortasi dan uang jajajn.

Menurut Peter pemerintah Polewali mandar kini terus menggalang duikungan dna mengajak semua piah untuk turut terlibat mendorong dan mensukseskan wajar 9 tahun. Setiap pihak diharapkan bisa mendorong anak-anak putus sekolah di sekitar lingkungannya agar bisa bersekolah termasuk menjadi orang tua angkat bagi anak-anak kurang mampu di sekitarnya.

Pemerintah sendiri melalui perda telah mewajibkan setiap lurah/desa untuk bertanggungjawab menyekolahkan minimal dua anak SD, 2 anak SMP dan 2 anak SMA di wilayahnya. Cara ini diharapkan bisa menekan angka banykanya anak putus sekolah alias tidak menuntaskan wajar 9 tahuncdfvgb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar