Minggu, 09 September 2012

Teguhkan Toleransi antar Sara Lewat Musik Tradisional


Seni dan Toleransi. Ketika fanatisme berlebihan terhadap simbol-simbol agama, suku dan etnis yang kerap membenturkan pengikutnya hingga berbuntut konflik sosial yang sulit diurai, seni ternyata bisa merekatkannya. Festival musik tradisional yang digelar sekelompok pemuda di lapangan Lasinrang, Pinrang, Sulawesi selatan, Sabtu malam  (8/9) membuktikannya. Puluhan peserta group musik yang datang dari beragam latar belakang agama, etnis dan suku mampu menegukuhkan semangat keberagaman dan toleransi yang kompak lewat karya-karya musik mereka.

Dengan menggunakan peralatan musik tradisional seperti seruling, kecapi, gentongan bambu dan gendang yang dipadu dengan alat musik moderen lainnya mampu menyuguhkan tontonan yang menghibur warga dan para penonton di lapangan Lasinrang, Pinrang Sulawesi selatan, Minggu (8/9) tadi malam. Di tangan para anak-anak muda dan kelompok musik kreatif ini, kantongan plastik yang selama ini hanya jadi penghuni tong sampah ternyata bisa jadi alat musik yang indah dan menghibur.

Setiap kelompok peserta mampu menunjukkan racikan karya musik kelompok mereka yang menghibur para penonton. Tak pelak Berbagai kelompok peserta yang datang dari beragam agama, etnis, dan suku, larut dalam kebersamaan di festival musik tradisional tahunan ini.

Sejumlah peserta yang menggunakan kostum tradisonal yang mewakili identitas suku, agama dan ras tertentu justru memperkaya suasana dan keaneka raman budaya setempat sebagai salah satu aset kekayaan budaya yan patut dilestarikan. 

Nurhidayat, dewan juri yang juga pemerhati seni dan kebudayaan di Pinrang menyatakan, karya musik para peserta yang kreatif patut mendapat apresiasi positif. Dengan kegiatan festival musik tradisonal yang mewakili berbagai daerah, suku dan agama ternyata mampu menjadi perekat dasn membangun smenagat toleransi minimal antar peserta dan penonton. “Ke depan kegiatan positif seperti ini patut diapreasiasi pemerintah sebagai salah satu daya perekat di tengah heterogenitas suku, agama dan etnis yang tetap tumbuh dan terpelihara di tengah masyarakat kabupaten Pinrang dan ini patut dilestarikan sebagai sebuh karya peradaban bangsa,”ujar Nurhidayat.

Menurut Hidayat festival musik tradisoonal juga diharapkan bisa menjadi salah satu ajang untuk terus menggali dan melestarikan kesenian tradisional sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa.

Lihat saja salah satu peserta yang menampilkan musik kontemporer ini, tak hanya memanfaatkan sejumlah peralatan musik tradisional seperti seruling, gentong bambu, kecapi, dan beduk, tapi selembar kantongan plastik yang biasa dijual seharga Rp 500 perak ternyata bisa jadi alat musik yang indah didengar penonton.

Para peserta yang mewakili agamja, etnis dan suku tertentu tampak bersemangat menyuguhkan karya musik mereka kepada para penonton. Yang terpenting adalah kegiatan festival musim tradisonal tahunaj ini diakui mampu menjadi salah satu perekat kebersamaan dan toleransi di tengah keberagaman penduduki kabupaten Pinrang yang tetap terjaga dan lestari hingga hari ini.

Meski mereka hanya mendapat penghargaan berupa piagam dan dana pembinaan bagi peserta yang juara, namun bukan itu yangh membuat oara kelompok peserta bersemangat menyuguhkan karya kesenian mereka. Yang terpenting adalah setiap peserta bisa menunjukkan kebersamaan dan menghibur penonton dengan karya mereka. Soal Kemenangan dan penilaian dewan juri bukan perkara penting.  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar