Seni dan Toleransi. Ketika fanatisme berlebihan terhadap simbol-simbol agama, suku dan etnis yang kerap membenturkan pengikutnya hingga berbuntut konflik sosial yang sulit diurai, seni ternyata bisa merekatkannya. Festival musik tradisional yang digelar sekelompok pemuda di lapangan Lasinrang, Pinrang, Sulawesi selatan, Sabtu malam (8/9) membuktikannya. Puluhan peserta group musik yang datang dari beragam latar belakang agama, etnis dan suku mampu menegukuhkan semangat keberagaman dan toleransi yang kompak lewat karya-karya musik mereka.
Dengan menggunakan
peralatan musik tradisional seperti seruling, kecapi, gentongan bambu dan
gendang yang dipadu dengan alat musik moderen lainnya mampu menyuguhkan
tontonan yang menghibur warga dan para penonton di lapangan Lasinrang, Pinrang
Sulawesi selatan, Minggu (8/9) tadi malam. Di tangan para anak-anak muda dan
kelompok musik kreatif ini, kantongan plastik yang selama ini hanya jadi
penghuni tong sampah ternyata bisa jadi alat musik yang indah dan menghibur.
Setiap kelompok
peserta mampu menunjukkan racikan karya musik kelompok mereka yang menghibur
para penonton. Tak pelak Berbagai kelompok peserta yang datang dari beragam
agama, etnis, dan suku, larut dalam kebersamaan di festival musik tradisional
tahunan ini.
Sejumlah peserta yang
menggunakan kostum tradisonal yang mewakili identitas suku, agama dan ras
tertentu justru memperkaya suasana dan keaneka raman budaya setempat sebagai
salah satu aset kekayaan budaya yan patut dilestarikan.
Nurhidayat, dewan
juri yang juga pemerhati seni dan kebudayaan di Pinrang menyatakan, karya musik
para peserta yang kreatif patut mendapat apresiasi positif. Dengan kegiatan
festival musik tradisonal yang mewakili berbagai daerah, suku dan agama
ternyata mampu menjadi perekat dasn membangun smenagat toleransi minimal antar
peserta dan penonton. “Ke depan kegiatan positif seperti ini patut diapreasiasi
pemerintah sebagai salah satu daya perekat di tengah heterogenitas suku, agama
dan etnis yang tetap tumbuh dan terpelihara di tengah masyarakat kabupaten Pinrang
dan ini patut dilestarikan sebagai sebuh karya peradaban bangsa,”ujar
Nurhidayat.
Menurut Hidayat
festival musik tradisoonal juga diharapkan bisa menjadi salah satu ajang untuk
terus menggali dan melestarikan kesenian tradisional sebagai salah satu
kekayaan budaya bangsa.
Lihat saja salah satu
peserta yang menampilkan musik kontemporer ini, tak hanya memanfaatkan sejumlah
peralatan musik tradisional seperti seruling, gentong bambu, kecapi, dan beduk,
tapi selembar kantongan plastik yang biasa dijual seharga Rp 500 perak ternyata
bisa jadi alat musik yang indah didengar penonton.
Para peserta yang
mewakili agamja, etnis dan suku tertentu tampak bersemangat menyuguhkan karya
musik mereka kepada para penonton. Yang terpenting adalah kegiatan festival musim
tradisonal tahunaj ini diakui mampu menjadi salah satu perekat kebersamaan dan
toleransi di tengah keberagaman penduduki kabupaten Pinrang yang tetap terjaga
dan lestari hingga hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar