Ujian Nasional. Nasib para siswa terpencil di kabupaten Pinrang, Sulawesi selatan sangat miris dan mengharukan. Selain mereka sibuk menghadapi ujian nasional (UN), sejak meninggalkan kampung halaman dan orang tua mereka dengan cara berjalan kaki melintasi belantaran hutan, jembatan berbahaya hingga naik dan turun gunung terjal puluhan kilometer, sejak sabtu pekan lalu, mereka juga kini diperhadapkan pada kesibukan lain yakni membantu ibu kos di tempat mereka menumpang selama ujian berlangsung. Para Siswa Tangguh itu akhirnya Ikut Ujian Beruntung pengalaman mereka berurusan dapur secara otodidak membuat mereka tak canggung menghadapi pekerjaan dapur. Mulai dari memasak nasi dan sayur, menyapu dan mengepel lantai, cuci piring sampai mencuci baju sendiri semua dilakukan secara mandiri.
Rumah milik Abdul
gafur, salah satu warga desa Tuppu, kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang ini
adalah salah satu rumah warga yang dijadikan tempat kos para siswa yang sedang
mengikuti ujian nasional tahun ini.
Sebelum berangkat ke
lokasi ujian mereka harus menyiapkan sarapan pagi sendiri bersama ibu kos dan
guru yang mendampinginya. Agar pekerjaan cepat beres. Para siswa ini harus
berbagai peran. Sebagian siswa bertugas memasak nasi dan mencuci piring,
sementara siswa lainnya sibuk menyapu dan mengepel lantai dan tangga agar
bersih sebelum berangkat ke tempat ujian.
Kebiasaan para siswa
berurusan soal masak memasak di kampung halamannya membuat mereka tidak canggung
berhadapan dengan setumpuk pekerjaan dapur yang melelahkan seperti mencuci
piring, memasaka nasih dalu pauk sampai mencuci pakaian sendiri. Rasna, salah
satu siswa SD 150 kalukku yang menjadi peserta ujian ini terlihat sibuk
mengepel lantai dan tangga setelah sebelum bertugas memasak nasi. “Hari ini
saya bertugas memasak dan mengepel lantai. Teman lainnya mencuci piring dan
menyiapkan sarapan lainnya,”ujar Rasna.
Sekertaris panitia
pelaksana ujian di kecamatan Lembang, Muhammad Tasrib mengaku bangga dengan
semangat dan kemandirian anak-anak desa terpencil. “Saya bangga pada mereka, umumnya
mandiri. Mahir masak, mencuci piring dan mengepel rumah sendiri karena mereka
sudah terbiasa belajar di rumah mereka. Saat diperhadapkan situasi sepertin ini
mereka tidak canggung lagi seperti anak-anak kota yang terbiasa hidup manja
dengan fasilitas dan pelayanan yang relatif mewah dibanding rekan mereka di
desa terpencil,”ujar Tasrib,
Puluhan siswa SD 150
Kalukku di tempat ini sejak subuh sudah tampak sibuk mempersiapkan diri sebelum
berangkat ujian. Meski sudah belajar mempersiapkan diri selama enam bulan
menghadapi ujian, namun para siswa ini masih meluangkan waktu untuk
membuka-buka kembali lembaran buku untuk menyegarkan ingatan mereka terhadap
apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Ini dilakukan demi mempermudah mereka
menjawab semua soal-soal yang diujikan.
Setelah sarapan pagi dan membereskan urusan dapur. Tibalah saatnya para siswa ini berkemas-kemas menuju lokasi ujian. Setelah nomor ujian dibagikan termasuk alat tulis menulis dan papan pengalas. Para siswa ini berangkat bersamaan ke lokasi ujian yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah kos ke tempat mereka menginap sementara. Para siswa didampingi dua guru yang bertugas mengawal mereka hingga ujian selesai.
Di SD Negeri 170
Tuppu kecamatan Lembang, salah satu sekolah yang dijadikan tempat ujian nasional
terdapat peserta 5 sekolah lain dari desa terpencil di kecamatan Lembang ikut
ujian di lokasi ini. Salah satunya SD 150 Kaluku. Yang sudah tiba sejak Minggu
(6/5) kemarin.
Sebelum ujian dimulai
pukul 7.30 wita. Para siswa dari berbagai sekolah terpencil di kecamatan Lembang
tampak mulai memadati halaman sekolah, sekitar satu jam sebelum ujian dimulai.
Meski setiap sekolah diwajibkan upcara reguler setiap hari senin, namun di
sekolah ini tak ada upacara bendera lantaran halaman sekolah ini sedang
dibenahi dengan timbunan tanah yang belum diratakan.
Meski pendidikan merupakan "Hak Asasi Manusia" bagi setiap individu, namun meraih pendidikan dasar bagi anak-anak SD terpencil di desa Kaluku, kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, sulawesi selatan bukanlah perkara gampang. Selain harus berjalan kaki puluhan kilometer melintasi berbagai tantangan seperti gunung terjal, jembatan berbahaya sampai melintasi belantara hutan mereka juga diperhadapkan pada kesibukan mengurus dapur agar mereka bisa sarapan sebelum ujian. Semua dilakukan secara mandiri dan berkelompok. Pembagian peran yang rapih membuat tugas-tugas dapur dengan mudah bisa diselesaikan sebelum mereka ujian.
Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar