Dua bocah busung lapar di Polewali mandar,
Sulawesi barat tak hanya kekurangan gizi lantaran keluarganya tak mampu memberi
asupan gizi dan susu yang cukup, untuk membantu pertumbuhan pisiknya. Kedua
bocah malang ini juga harus merajut derita panjang dalam kamar kecil yang mirip "sangkar" berukuran
1x1,5 meter di salah satu pojok rumahnya. Janda yang juga tante yang merawat kedua
sang bocah ini sejak kecil, terpaksa mengurung ponakannya dalam sangkar yang
tak layak huni ini, lantaran tak ada yang menjaga di rumahnya, saat Nurhayati
berjualan subuh hari di pasar.
Kamar kecil berukuran 1 x
1,5 meter yang mirif sangkar yang terletak di salah satu pojok rumah milik Nurhayati di kelurahan
Lantora Polewali mandar inilah tempat kedua bocah Sahrul (7) dan Sahril (5)
yang menderita busung lapar ini merajut derita panjang.
Saat Nurhayati, janda
yang juga tante kedua bocah ini sedang berjualan sayur mayur di pasar Polewali,
mulai subuh hari mencari nafkah untuk makan keluarganya, Di tempat inilai
Sahril dan Sahrul dikurung sampai Nurhayati atau tante yang merawatnya pulang
dari pasar, pada siang hari.
Selama pagi hingga siang
hari, Nurhayati yang sibuk berjualan tentu saja tak bisa mengurus keperluan
Sahrul dan Sahril, termasuk ketika kedua bocah ini sedang kelaparan dan
berlumuran kotorannya sendiri di kurungan karena tak ada yang mengurusnya.
Keduanya baru bisa makan setelah Nurhayati pulang dan mengurus keperluan ponakannya.Saat kedua bocah ini
dalam kondisi sakit keras seperti saat ini. Keduanya harus tetap bersabar
ditinggal Nurhayati dalam kurungan.
Nurhayati sebetulnya paham. Meniggalkan ponakannya yang belum mengerti apa-apa ini dalam kurungan adalah sebuah tindakan pelanggaran "Hak Asasi Manusia". Tapi karena tak ada yang menjaga saat Nurhayati harus berjualan di pasar. Kedua ponakannya ini terpaksa dititipkan ke dalam sebuah kamar kecil berlantai belahan bambu yang mirip sebuah sangkar atau kurungan.
Nurhayati sebetulnya paham. Meniggalkan ponakannya yang belum mengerti apa-apa ini dalam kurungan adalah sebuah tindakan pelanggaran "Hak Asasi Manusia". Tapi karena tak ada yang menjaga saat Nurhayati harus berjualan di pasar. Kedua ponakannya ini terpaksa dititipkan ke dalam sebuah kamar kecil berlantai belahan bambu yang mirip sebuah sangkar atau kurungan.
Maklum Nurhayati tak
bisa menunda berjualan barang sehari pun di pasar, meski ponakannya sakit.
Sebab libur sehari berjualan sayur-mayur di pasar berarti Nurhayati harus
menambah daftar utang ke tetangga atau sahabat yang bersedia memberi pinjaman.
Selain itu Nurhayati
masih harus membayar cicilan pinjaman bank setiap hari. Uang senilai Rp 5 juta
yang dipinjam dari bank untuk biaya hidup keluaragnya harus dicicil selama
beberapa tahun agar bisa lunas.
Harapan mendapatkan
bantuan raskin murah dari pemerintah tak bisa diharap banyak. Meski Nurhayati
berhak mendapatkan beras raskin 15 liter per KK setiap bulan seperti yang
diatur pemerintah. Namun Nurhayai hanya mendapat jatah 3 liter dari kelurahan
setempat, itu pun tidak rutin setiap bulan.
Meski kondisi kehidupan
kelaurga Nurhayati memperihatinkan, namun Dinas sosial setempat tak pernah
melirik keluarga Sahril dan sahrul yang hidup dalam serba kekurangan. Jangankan
memberi bantuan sosial menjenguk kondisi kedua bocah dna keluarganya luput dari
perhatian petugas.
Nurhayati kini mulai
dihinggapi rasa prustasi. Selain karena stres dan harus membanting tulang
mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dia juga harus sibuk mengurus dua
ponakannya yang belum tahu dan mengerti apa-apa ini.
Keluarga nurhayati baru
menjadi komoditi pemerintah dan politis saat menjelang ajang pilkada. Satu
persatu politisi pun datang menyodorka sekarung beras atau bantuan apa saja
sebagai tanda kepedulian mereka. Namun saat usai pilkada nasib keluarga seperti
nurhayati pun luput dari perhatian publik dan para politisi.
Para tetangga sebetulnya tahu dan prihatin
dnegan kondisi kehidupan keluarga sahril dan sahrul. Namun karena mayoritas
berpendapatan rendah mereka pun hanya bisa turut prihatin dan meminta bantuan
orang lain yang bersedia membantu keluarga tak mampu ini.
Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi
Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas
oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat
dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi
para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan
berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram
ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger
Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan
pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.
ada baiknya kabar ini di update. mengenaskan bung...
BalasHapuspemda dan masyarakat wajib mencari dan segera menemukan solusi untuk syahrul dan syahril, serta nurhayati.
izin share...