Bahan baku rotan yang semakin langka dan mahal di pasaran
tidak membuat pengrajin rotan tradisional di Polewali mandar, Sulawesi barat,
kehilangan cara mensiasati keadaan. Agar usaha yang mereka rintis puluhan tahun
lalu tidak segera tutup alias gulung tikar. Untuk merambah pasar hingga ke luar
daerah, sejumlah pengrajin memanfaatkan jaringan pertemanan, keluarga, dan
sahabat di luar daerah lain untuk menjadi broker produk kerajinan mereka. Cara
ini terbukti cukup efektif memperluas pangsa pasar, tanpa harus menguras kocek
besar.
Aneka kerajinan meubel berbahan baku rotan seperti tirai,
kursi, meja, lemari, rak sepatu hingga sopa cantik milik Haji Asri di kelurahan
Mambulilling, Polewali Mandar hingga
kini tetap bisa bertahan di tengah kesulitan para pengrajin mensiasati makin
langka dan mahalnya bahan baku rotan di pasaran.
Setiap pengrajin meubel rotan di Polewali memang punya
trik dan cara sendiri mensiasati keberlangsungan usahanyanya. Selain
merampingkan jumlah tenaga kerja, Haji Asri, pengusaha rotan di Mambulilling
polewali mandar ini misalnya juga memanfaatkan jaringan pertemanan dan keluarga
yang kebetulan di berada di daerah lain sebagai mitra usaha atau broker produk
kerjajinan tangannya. Selain cara itu Haji Asri kini tak lagi memproduksi aneka
meubel secara massal sebelum ada pemesanan.
Cara ini diakui Haji Asri terbukti cukup efektif menekan
kerugian produksi dan biaya pemasaran yang kerap menguras modal banyak. Dengan
sistem bagi hasil keuntungan ini, Haji Asri tetap bisa meluaskan pasar
produknya ke daerah lain seperti pinrang, Enrekang, Mamuju, Palu bahkan hingga
ke kalimantan cukup dengan melalui hubungan pertemanan.
Di kelurahan Mambulilling sendiri dulu pernah ada lebih
dari 30 keluraga memggeluti usaha ini, Namun 90 persen lebih diantaranya gulung
tikar karena kesulitan mensiasati makin langka dan mahalnya bahan baku rotan. Di
Mambulilling saat ini jumlah pengrajin rotan yang tersisa bisa dihitung jari
yang tetap berproduksi.
Karya meubel milik haji Asri tak hanya terlihat cantik
tapi natural dan ramah lingkungan. Harganya pun relatif cukup murah. Satu set
kursi cantik misalnya hanya dijual Rp 1,5 hingga Rp 2,5 juta perset, tergantung
model dan asesoris tambahannya. Tirai dari anyaman rotan ini isalnya hanya
dijual seharga Rp 900 ribu hingga satu juta rupiah, tergantung tambahan
asesorisnya.
Meski usahanya tetap bisa bertahan sejak dua puluh tahun
lalu, Haji Asri berharap akan ada bapak angkat yang bersedia bermitra untuk
mengembangkan usahanya. “Saya berharap aka nada pengusaha atau bapak angkat yang
bisa bermitra demi mengembangkan usaha kami”ujar Haji Asri.
Seperti pengrajin lainnya, Haji Asri mengeluhkan lemahnya
keberpihakan bank terhadap sektor usaha kecil yang minim modal seperti usahanya.
Menurut haji Asri, beban bunga bank yang tinggi dan birokrasi perbankan yang
dinilai berbelit, cukup menyulitkan pengusaha kecil mendapatkan kucuran modal untuk
memajukan usahanya menjadi lebih besar.
Haji asri memang bebarapa kali bermohon bantuan kredit
berbunga ringan ke bank agar bisa menyuntil modal untuk mengembangkan usahanya.
Namun karena birokrasi perbankan yang berbelit hingga kini haji Asri hanya
menunggu janji bank yang tak kunjung terwujud.
Pengusaha yang belajar secara otodidak ini mengaku kini
kesulitan mengembangkan beragam produk kerajinan rotan miliknya, lantaran modal
usahanya tidak mendukung. Saat ini haji Asri hanya melayani pesanan kecil yang
jumlahnya tidak seberapa. Untuk mengembangkan usahanya, setidaknya diperlukan
suntikan dana minimal Rp 50 juta. Haji Asri mengkeritik rendahnya keberpihakan
pemerintah terhadap pelaku usaha kecil. Terbukti hingga kini haji asri tidak
pernah mendapatkan kucuran bantuan dari pemerintah.
Bahan baku rotan
nyang terus merangkak naik menjadi salah satu kendala Haji Asri memacu usahanya. Untuk satu kilogram rotan
haji asri harus membayar hingga Rp 14 ribu, sementara hasil penjualannya hanya
bisa memetik untung 20 persen dari harga bahan baku. Haji Asri kesulitan
memasang harga produk kerajinan lebih tinggi untuk mengikuti irama harga pasar
rotan, karena khawatir pelanggannya berpaling. (Posted : Edy Junaedi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar