Kamis, 17 November 2011

Kiat Pengrajin Mebel Rotan Ekspansi Pasar di Tengah Minimnya Modal



Bahan baku rotan yang semakin langka dan mahal di pasaran tidak membuat pengrajin rotan tradisional di Polewali mandar, Sulawesi barat, kehilangan cara mensiasati keadaan. Agar usaha yang mereka rintis puluhan tahun lalu tidak segera tutup alias gulung tikar. Untuk merambah pasar hingga ke luar daerah, sejumlah pengrajin memanfaatkan jaringan pertemanan, keluarga, dan sahabat di luar daerah lain untuk menjadi broker produk kerajinan mereka. Cara ini terbukti cukup efektif memperluas pangsa pasar, tanpa harus menguras kocek besar.

Aneka kerajinan meubel berbahan baku rotan seperti tirai, kursi, meja, lemari, rak sepatu hingga sopa cantik milik Haji Asri di kelurahan Mambulilling, Polewali Mandar  hingga kini tetap bisa bertahan di tengah kesulitan para pengrajin mensiasati makin langka dan mahalnya bahan baku rotan di pasaran.

Setiap pengrajin meubel rotan di Polewali memang punya trik dan cara sendiri mensiasati keberlangsungan usahanyanya. Selain merampingkan jumlah tenaga kerja, Haji Asri, pengusaha rotan di Mambulilling polewali mandar ini misalnya juga memanfaatkan jaringan pertemanan dan keluarga yang kebetulan di berada di daerah lain sebagai mitra usaha atau broker produk kerjajinan tangannya. Selain cara itu Haji Asri kini tak lagi memproduksi aneka meubel secara massal sebelum ada pemesanan.

Cara ini diakui Haji Asri terbukti cukup efektif menekan kerugian produksi dan biaya pemasaran yang kerap menguras modal banyak. Dengan sistem bagi hasil keuntungan ini, Haji Asri tetap bisa meluaskan pasar produknya ke daerah lain seperti pinrang, Enrekang, Mamuju, Palu bahkan hingga ke kalimantan cukup dengan melalui hubungan pertemanan.



Di kelurahan Mambulilling sendiri dulu pernah ada lebih dari 30 keluraga memggeluti usaha ini, Namun 90 persen lebih diantaranya gulung tikar karena kesulitan mensiasati makin langka dan mahalnya bahan baku rotan. Di Mambulilling saat ini jumlah pengrajin rotan yang tersisa bisa dihitung jari yang tetap berproduksi.

Karya meubel milik haji Asri tak hanya terlihat cantik tapi natural dan ramah lingkungan. Harganya pun relatif cukup murah. Satu set kursi cantik misalnya hanya dijual Rp 1,5 hingga Rp 2,5 juta perset, tergantung model dan asesoris tambahannya. Tirai dari anyaman rotan ini isalnya hanya dijual seharga Rp 900 ribu hingga satu juta rupiah, tergantung tambahan asesorisnya.

Meski usahanya tetap bisa bertahan sejak dua puluh tahun lalu, Haji Asri berharap akan ada bapak angkat yang bersedia bermitra untuk mengembangkan usahanya. “Saya berharap aka nada pengusaha atau bapak angkat yang bisa bermitra demi mengembangkan usaha kami”ujar Haji Asri.

Seperti pengrajin lainnya, Haji Asri mengeluhkan lemahnya keberpihakan bank terhadap sektor usaha kecil yang minim modal seperti usahanya. Menurut haji Asri, beban bunga bank yang tinggi dan birokrasi perbankan yang dinilai berbelit, cukup menyulitkan pengusaha kecil mendapatkan kucuran modal untuk memajukan usahanya menjadi lebih besar. 

Haji asri memang bebarapa kali bermohon bantuan kredit berbunga ringan ke bank agar bisa menyuntil modal untuk mengembangkan usahanya. Namun karena birokrasi perbankan yang berbelit hingga kini haji Asri hanya menunggu janji bank yang tak kunjung terwujud.

Pengusaha yang belajar secara otodidak ini mengaku kini kesulitan mengembangkan beragam produk kerajinan rotan miliknya, lantaran modal usahanya tidak mendukung. Saat ini haji Asri hanya melayani pesanan kecil yang jumlahnya tidak seberapa. Untuk mengembangkan usahanya, setidaknya diperlukan suntikan dana minimal Rp 50 juta. Haji Asri mengkeritik rendahnya keberpihakan pemerintah terhadap pelaku usaha kecil. Terbukti hingga kini haji asri tidak pernah mendapatkan kucuran bantuan dari pemerintah.

Bahan baku rotan nyang terus merangkak naik menjadi salah satu kendala Haji Asri  memacu usahanya. Untuk satu kilogram rotan haji asri harus membayar hingga Rp 14 ribu, sementara hasil penjualannya hanya bisa memetik untung 20 persen dari harga bahan baku. Haji Asri kesulitan memasang harga produk kerajinan lebih tinggi untuk mengikuti irama harga pasar rotan, karena khawatir pelanggannya berpaling. (Posted : Edy Junaedi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar