Tradisi Kalulu Bangsa yang besar
adalah bangsa yang bisa menghargai tradisi dan kebudayaannya sendiri. Ungkapan ini
mungkin tidak semua dimengerti oleh masyarakat suku Mandar yang berdiam di
Sulawesi barat, namun tradisi Kalulu atau Sikalulu yang kira-kira bermakna
saling membantu atau tolong menolong antar sesama warga kampung, hingga kini tetap lesatari. Perwujudan
tradisi kesetiakawanan sosial dalam Kalulu kerap disaksikan saat warga
memindahkan rumah atau menarik kapal berbobot puluhan ton dari ke daratan atau
hajatan apa saja. Hari jumat bahkan sudah menjadi hari kalulu sejak turun
temurun, jauh sebelum pemerintah menetapkan hari kerja bakti dan olahraga
bersama di setiap instansi pemerintah.
Kapal-kapal nelayan
berbobot belasan hingga puluhan ton di kampung Pajjala, kelurahan Takatidung Polewali
Mandar ini dengan mudah dievakuasi warga dari pantai ke daratan tanpa
menggunakan peralatan mederen. Cukup dengan menggunakan balok penyanggah dan
ditarik menggunakan tali, kapal berbobot belasan ton ini bisa dipindahkan warga
dari pantai ke daratan hanya dalam tempo beberapa menit.
Tak heran jika setiap
warga yang punya hajatan seperti mengevakuasi kapal berbobot puluhan ton dari
pantai kedaratan atau memindahkan rumah tak perlu mengeluarkan biaya besar
untuk mengupah tenaga kerja. Cukup dengan memgumumkan di mesjid atau di
Musallah, terutama pada hari Jumat, warga dengan sadar akan turun tangan
membantu tetangga mereka yang membutuhkan bantuan. Warga yang membutuhkan
bantuan tenaga lebih besar bisa mengundang warga dari tetangga kampung lain
cukup hanya melalui pengumuman panitia mesjid.
Abdul Rahman, tokoh
masyarakat kampung Magaramba Polewali menilai tradisi kalulu menjadi perekat
warga antar kampong. Berbagai pekerjaan berat yang membutuhkan bantuan orang
banyak, tidak perlu membayar upaya gaji, cukup dengan mengumumkan di mesjid,
warga akan berbondong-bondong mendatangi lokasi hajatan tanpa harus diundang
khusus atau diberi upah “Anda yang punya hajatan dan butuh bantuan warga cukup
menyampaikan di mesjid, tanpa dikomando warga dengan sendirinya dating,”ujar Rahman.
Alis Bugiman, tokoh
masyarakat lainnya menyatakan, tradisi kalulu di Sulawesi barat hingga kini
tetap lestari,,terutama di polewali mandar. Tradisi ini juga terbukti bisa
mengukuhkan ikatan kekerabatan atau persaudaraan antar warga kampong. “sepersen
pun mereka tak digaji, mereka ikut membantu warga dan tetangganya sebagai salah
satu tradisi kebersamaan yang sudah terbangun sejak dulu,”ujar Alis Bugiman
Alam mengajarkan betapa tradisi kebersamaan dan ikatan sosial yang kukuh bisa menjadi solusi berbagai masalah social yang dihadapi. Lihat saja kerja kolektif kawanan semut yang mampu memindahkan kumbang berbobot puluhan kali lipat dari semut ini sendiri, dengan mudah diangkat beramai-ramai.
Intinya gotong royong
dan semagat kebersamaan membuat segalanya menjadi lebih ringan dan mudah. Namun
ungkapan ini mungkin kelise di tengah hidup moderen yang serba instan. Dimana
ikatan sosial dan kekerabatan makin longgar dan cenderung individualistis.
Usai membantu sanak
keluarga atau tetangga kampong, warga yang datang secara suka rela ini umumnya
hanya disuguhi minuman ringan atau bubur manis.
Tradisi kalulu atau
sikalulu ini sudah berlangsung secara turun temurun. Bahkan jauh sebelum
pemerintah menetapkan hari jumat sebagai hari kerja bakti dan olahraga bersama di
setiap instansi pemerintah, masyarakat suku mandar sudah menjadikan hari jumat
sebagai hari kesetiakawanan social.
Pada hari jumat umumnya warga libur, selain akan
menggelar shalat Jumat pada siang hari mereka meluangkan tenaga dan waktu untuk
bersosialisasi dengan sanak tetangga atau warga kampong, terutama mereka yang
membtuhkan bantuan tenaga. (Posted : Edy Junaedi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar