Tradisi mappasitandu tedong atau adu kerbau di lapangan terbuka, tidak hanya menjadi tontonan yang menghibur tapi juga mendebarkan bagi warga mamasa, sulawesi barat. Aksi kejar-kejaran kerbau yang kalah hingga ke tengah kerumunan penonton di sekeliling arena, kerap melukai warga dan merusak apa saja termasuk kendaraan yang diparkir di sekitar arena. Meski membahayakan penonton namun warga tetap antusias menyaksikan hiburan tradisonal yang tetap lestari di bumi kondosapata Mamasa ini.
Festival
adu kerbau antar warga yang akrab dikenal dengan sebutan mappasitandu tedong
atau kerbau di lapangan terbuka ini menjadi tontonan yang menghibur sekaligus
mendebarkan bagi ribuan warga desa tawaliang, kecamatan tawaliang kabupaten
mamasa, sulawesi barat, belum lama ini.
Mappasitandu
tedong yang digelar selama sepekan ini sengaja digelar di sebuah lembah agar
warga yang menonton tradisi adu kerbau ini bisa menyaksikan kerbau jagoan
mereka bertarung dengan aman.
Maklum
mappasitandu tedong digelar di lapangan tanpa pembatas. Kerbau yang kalah kerap
lari dan menyeruduk kerumunan penonton di sekeliling arena. Setiap kali
festival mappasitandu tedong digelar warga, kerap menelan korban, terutama saat
kerbau lari dan menyeruduk kerumunan penonton dan apa saja di sekitar arena.
Mappasitandu
tedong ini menjadi rangkaian tradisi rambu solo atau pesta kematian yang
digelar keluarga besar pualiling, salah satu tokoh masyaraat dan tokoh adat
Mamasa, sebelum puncak acara rambu solo yang digelar selama sepekan.
Puluhan
ekor kerbau jagoan dari mamasa yang sengaja dilatih pemiliknya untuk menjuarai
festival tradisional ala warga mamasa ini. Bagi warga mamsa memiliki kerbau
jago bertarung di arena yang selalu menyedot perhatian warga ini, adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi
warga mamasa.
Tak sedikit
warga mamasa yang hobbi menonton tradisi adu kerbau turun temurun, terutama
pada setiap acara pesta kematian ini menjadikan momentum mappsitandu tedong
sebagai ajang taruhan jutaan rupiah. Lihat saja sejumlah penonton ini mengajak
penonton lain taruhan setiap kerbau andalan yang mereka jagokan.
Eko mulyono
pualiling, salah seorang keluarga besar almarhum pualiling yang mengelar
tradisi mappsitandu tedong ini menyebutkan tradisi ini digelar turun temurun di
mamasa terutama saat ada acara pesta kematian rambu solo. Kerbau bernilai
puluhan juta rupiah ini diadu dalam festival amppasitandu tedong sebelum
disemebelih untuk menjamu ribaun tamu yang datang.
“Mappasitandu
tedong dalam setiap acara rambu solo atau pesta kematian di mamasa selalau
digelar secara turun temurun dna tetap
lestari sebagai salah satu hiburan tradisonal bagi warga Mamasa,”Edy Mulyono
Pualilling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar