Tradisi. Apa yang membuat suku Mandar terutama yang mendiami sejumlah wilayah kabupaten di Sulselbar hingga kini tetap teguh mempertahnakan tradisi, sejarah dan peradabannya? Salah satunya karena satu dari empat suku terbesar di Sulawesi ini tetap teguh mempertahankan tradisi dan budaya Gotong Royong yang akrab mereka sebut dengan Sirondo-rondoi. Suku mandar bahkan secara turun temurun telah menetapkan hari Jumat sebagai hari “Sirondo-rondoi” pada hari jumat Masyarakat dan hanya meluangkan waktu untuk membantu warga dan sanak tetangga yang membutuhkan bantuan serta beribadah sholat jumat secara berjamaah.
Suku Mandar, satu dari empat suku terbesar (Selain suku
Bugis, Makassar dan Toraja) yang banyak mendiami sejumlah wilayah kabupaten di
Sulselbar hingga kini tetap konsistenm mempertahankan tradisi, sejarah dan
perdaban leluhur mereka. Budaya dan
tradisi gotong royong yang mereka aebut dengan “Sirondo-Rondoi” atau hari
kesetiakawanan social, hingga kini tetap tumbuh di tengah masyarakat suku
mandar.
Dengan tradisi sirondo-rondoi, masyarakat suku mandar bisa
menyelesaikan berbagai persoalan dan pekerjaan besar, terutam yang membutuhkan
partisipasi orang banyak. Memindahkan kapal berbobot puluhan ton dari laut ke
daratan, atau memindahkan rumah besar berbobot puluhan ton misalnya bisa
dilakukan tanpa harus repot mengundang atau meminta bantuan tenaga. Cukup dengan
mengumumkan hajatan anda di mesji-mesjid atau Mushollah pada hari jumat atau
usai sholat berjamaah Ribuan warga dari berbagi dusun dan desa datang membantu
anda. Benda bebobot puluhan ton ini dengan mudah dan cepat bisa digeser atau
dipindahkan ke tempat laintanpa harus menguras biaya sewa tenaga kerja atau
peralatan berat untuk memindahkannya.
Uniknya, masyarakat menyumbangkan waktu dan tenaga mereka
untuk membantu warga yang membutuhkan bantuan dan pertolongan tanpa pamrih apa
pun. Seperti yang sudah menjadi tradisi, Pemilik hajatan biasa hanya menyiapkan
minuman ringan seperti segelas kop;I atau cendol yang disuguhkan kepada warga
yang datang membantu. Usai hajatan mereka langsung pulang dan hanya mendapat
ucapan terima kasih dari pemilik hajatan.
Hari jumat sendiri memnag telah mereka tetapkan sebagai hari
Sirondo-rondoi secara turun temurun. Bahkan pada hari jumat terutama
masyarakayt pesisir pantai yang hidup berprofesi sebagai nelayan di Polewali
mandar, tidak beraktifitas atau bekerja pada hari jumat. Seluruh waktu dan tenaga mereka khusus dispakan untuk membantu
warga atau siapa pun yang mebutuhkan pertolongan.
Tradisi sirondo-rondoi sendiir telah tumbuh sejak ribuan
tahun lau. Dizamansejumlah kerajaan Mandar masih Berjaya, tardisi ini bahkan
jauh lebih kental dipertahankan sebagai hari kesetiakawanna social untuk
merekatkan hubungan social mereka satu sama lain.
Alex Bugiman, tokoh masyarakat Mandar menyebutkan, tradisi
Sirondo-rondoi atau hari kesetikawanan social ini dilakukan warga tampa pamri
apa pun. Setiap warga yang membutuhkan pertolongan orang banyak seperti
memindahkan kapal atau rumah berkapasitas puluhan ton tak perlu mengeluarkan
biaya besar. Cukup mengumukan hajatan warga di mesjid, dengan sendirinya warga
datang berbondong-bondong membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan.
“Semua dilakukan tanpa pamrih, mereka datang dari berbagai dusun atau desa
mebantu warga atau sanak tetangganya yang mebutuhkan pertolongan,”ujar Alex.
Tradisi sirondo-rondoi yang tetap tumbuh dan lestari dari
generasi ke generasi berikutnya hingga kini diakui warga sebagai slaah satu
daya perekat persaudaraan dan persatuan warga suku mandar di tengah buadaya
individualistis dan hedonism yang mencabik-cabik ikatan kekerabatan antar
sesame warga. (14022013/ Edy Junaedi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar