Sabtu, 16 Februari 2013

'Sirondo-Rondoi' Tradisi yang Mengukuhkan Kebersamaan Suku Mandar


Tradisi. Apa yang membuat suku Mandar terutama yang mendiami sejumlah wilayah kabupaten di Sulselbar hingga kini tetap teguh mempertahnakan tradisi, sejarah dan peradabannya? Salah satunya karena satu dari empat suku terbesar di Sulawesi ini tetap teguh mempertahankan tradisi dan budaya Gotong Royong yang akrab mereka sebut dengan Sirondo-rondoi. Suku mandar bahkan secara turun temurun telah menetapkan hari Jumat sebagai hari “Sirondo-rondoi” pada hari jumat Masyarakat dan hanya meluangkan waktu untuk membantu warga dan sanak tetangga yang membutuhkan bantuan serta beribadah sholat jumat secara berjamaah.
Suku Mandar, satu dari empat suku terbesar (Selain suku Bugis, Makassar dan Toraja) yang banyak mendiami sejumlah wilayah kabupaten di Sulselbar hingga kini tetap konsistenm mempertahankan tradisi, sejarah dan perdaban leluhur mereka.  Budaya dan tradisi gotong royong yang mereka aebut dengan “Sirondo-Rondoi” atau hari kesetiakawanan social, hingga kini tetap tumbuh di tengah masyarakat suku mandar.

Dengan tradisi sirondo-rondoi, masyarakat suku mandar bisa menyelesaikan berbagai persoalan dan pekerjaan besar, terutam yang membutuhkan partisipasi orang banyak. Memindahkan kapal berbobot puluhan ton dari laut ke daratan, atau memindahkan rumah besar berbobot puluhan ton misalnya bisa dilakukan tanpa harus repot mengundang atau meminta bantuan tenaga. Cukup dengan mengumumkan hajatan anda di mesji-mesjid atau Mushollah pada hari jumat atau usai sholat berjamaah Ribuan warga dari berbagi dusun dan desa datang membantu anda. Benda bebobot puluhan ton ini dengan mudah dan cepat bisa digeser atau dipindahkan ke tempat laintanpa harus menguras biaya sewa tenaga kerja atau peralatan berat untuk memindahkannya.

Uniknya, masyarakat menyumbangkan waktu dan tenaga mereka untuk membantu warga yang membutuhkan bantuan dan pertolongan tanpa pamrih apa pun. Seperti yang sudah menjadi tradisi, Pemilik hajatan biasa hanya menyiapkan minuman ringan seperti segelas kop;I atau cendol yang disuguhkan kepada warga yang datang membantu. Usai hajatan mereka langsung pulang dan hanya mendapat ucapan terima kasih dari pemilik hajatan.

Hari jumat sendiri memnag telah mereka tetapkan sebagai hari Sirondo-rondoi secara turun temurun. Bahkan pada hari jumat terutama masyarakayt pesisir pantai yang hidup berprofesi sebagai nelayan di Polewali mandar, tidak beraktifitas atau bekerja pada hari jumat. Seluruh waktu dan  tenaga mereka khusus dispakan untuk membantu warga atau siapa pun yang mebutuhkan pertolongan.

Tradisi sirondo-rondoi sendiir telah tumbuh sejak ribuan tahun lau. Dizamansejumlah kerajaan Mandar masih Berjaya, tardisi ini bahkan jauh lebih kental dipertahankan sebagai hari kesetiakawanna social untuk merekatkan hubungan social mereka satu sama lain.

Alex Bugiman, tokoh masyarakat Mandar menyebutkan, tradisi Sirondo-rondoi atau hari kesetikawanan social ini dilakukan warga tampa pamri apa pun. Setiap warga yang membutuhkan pertolongan orang banyak seperti memindahkan kapal atau rumah berkapasitas puluhan ton tak perlu mengeluarkan biaya besar. Cukup mengumukan hajatan warga di mesjid, dengan sendirinya warga datang berbondong-bondong membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan. “Semua dilakukan tanpa pamrih, mereka datang dari berbagai dusun atau desa mebantu warga atau sanak tetangganya yang mebutuhkan pertolongan,”ujar Alex.

Tradisi sirondo-rondoi yang tetap tumbuh dan lestari dari generasi ke generasi berikutnya hingga kini diakui warga sebagai slaah satu daya perekat persaudaraan dan persatuan warga suku mandar di tengah buadaya individualistis dan hedonism yang mencabik-cabik ikatan kekerabatan antar sesame warga. (14022013/ Edy Junaedi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar