Hidup dalam kondisi ekonomi yang serba terbatas tak menghalangi enam keluarga miskin yang menghuni gubuk berukuran 3x4 meter di Polewali mandar, Sulawesi barat berpuasa layaknya mereka yang hidup berkecukupan. Meski keluarga ini kerap hanya berbuka puasa dengan nasi dan air putih tidak membuat mereka berkecil hati apalagi meninggalkan kewajiban mereka berpuasa sebulan penuh.
Gubuk sempit
berukuran 3x4 meter Milik Ulla di kelurahan Manding, Polewali Mandar.ini dihuni
enam anggota keluarga. Ulla beserta istri dan dua anaknya yang masih kecil
ditambah dua adik ipar yang terpaksa menggantungkan nasib pada keluarha kecil
Ullah, lantaran kedua orang tuanya meninggal, dunia saat kedua bocah ini masih
kecil.
Berbeda dengan anda
yang mungkin hidup berkecukupan bisa memilih dan menikmati aneka kue dan
makanan apa saja sesuka hati di saat berbuka puasa atau sahur.
Keluarga Ullah justru
kerap hanya menyantap sepiring nasi dan air putih jika persediaan sembako
seperti beras dan lauk pauk di rumah sudah tak ada. Meski hidup di bawah garis
kemiskinan berdasarkan standar yang dibuat pemerintah, keluarga Ullah tak tercatat sebagai penerima raskin di
desanya.
Kondisi keluarga
kecil Ullah jelas jauh dari kehidupan mewah. Ria, Istrinya Ullah hanya bekerja ebagai ibu rumah tangga yang lekat dengan urusan anak dan dapur semata. “kalau
habis beras kita biasa pinjam ke tetangga nanti ada penghasilan suami baru
dibayar lagi. Saat berbuka kami biasanya hanya makan nasi dan air putih atau
kue jika ada kue pemberian tetangga,”ujar Ria.
Ullah sendiri hanya
berprofesi sebagai buruh bangunan dan tukang kupas kelapa di desanya. Saat pekerjaan bangunan dan permintaan jasa
kupas kelapa sedang sepih seperti sekarang, praktis ullah kerap hanya tinggal
di rumah atau pergi memancing di laut. Hasil tangkapan ikan yang tidak seberapa
bukan untuk dijual melainkan untuk dikonsumsi sendiri.
Meski hidup terbatas,
Ullah dan Ria tak pernah berkeluh kesah. Meski berhak mendapat tunjnagan raskin
20 kilogram dari pemerintah, keljuraga ini tak pernah melancarkan protes kepada
kelurahan setempat. Meski kelurag Ullah layak mendapat bantuan rumah sederhana
dari dinas sosial namun Ullah tak pernah mengadukan nasibnya kepemerintah
setempat. “Pemerintah pasti tahu dan kenal rakyatnya sendiri tanpa saya harus
menuntut ke pemerintah,”ujar Ullah..
Rumah berukuran 3x4
meter milik Ullah berdiri di atas tanah kelurganya. Dindingnya terbuat dari
sebagaian papan kelapa dan pelepah sagu (enau). Atapnya terbuat dari daun
nipah. Sedang lantainya terbuat dari adonan pasir dan semen.
Kondisi tempat yang
jauh dari kesan mewah inilah seluruh aktifitas kelurga Ullah dikendalikan mulai
dari memasak sampai tidur dilantai yang hanya beralas selembar tikar plastik.
Saat hujan tentu saja keluarga ini kerap kehujanan atau kebanjiran lantaran
lantai rumahnya rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar