Nasib miris dan memperihatinkan dialami seorang nenek rentah di Polewali mandar, sulawesi barat. Dalam usia 90 tahun lebih Sang nenek miskin ini terpaksa hidup di tengah hutan seorang diri. Sang nenek yang seharusnya tinggal di rumah dan beristirahat menikmati sisa hidupnya terpaksa masih harus bekerja keras dengan cara berkebun. Sang nenek terkadang hidup dari belas kasihan warga kampung yang biasa menitipkan makanan di gubuk kecil berukuran 3x4 meter miliknya yang atapnya sudah bolong.
Rumah milik Baha,
warga dusun Mampie, Desa Galeso, kecamatan wonomulyo polewali mandar ini topang
dengan empat tiang bambu yang sudah mulai lapuk dimakan anai. Atapnya sebagain
nesar sudah bolong, sementara dindingnya hanya etrbuat dari daun kelapa dan
bambu. Saat hujan turun nenek yang hidup sebatang kara sejak puiluhan tahun
lalu ini kerap harus menepi ke salah satu sisi rumahnya yang tidak kehujanan.
Rumah berukuran 3x4
meter yang ditopang bambu ini dibangun atas swadaya warga desa setempat yang
berempati dnegan hidup snag nenek. Ia memang punya saudara, tapi juga sudah tua
seperti Baha. Baha bercerai puluhan tahun lalu dan tidak memiliki satu anak pun
dari hasil pernikahannya selama puluhantahun.
Untuk tak menjadi
pengemis jalanan di masa tuanya, Baha yang sudah berusia lanjut nyaris tanpa
keluarga lagi kini bekerja menggarap kebun ubi jalar tak jauh dari gubuknya.
Hasil kebunnya bukan untuk dijual melainkan untuk dimakan. Baha memang tercata
warag miskin yang mendapat Raskin. Namun jika gilirannya mendapat bagian baha
kerap tak datang mengambil ke kantor desa atau lurah setempat jika tak punya
uang atau tak ada yang bisa mengantarnya ke kantor desa setempat. Sejumlah
warga kampung yang berepati dengan kehidupan san nenek kerap menitipkan beras
atau makanan apa saja digubuk tuanya.
Jika baha kehabisan
persedaan sembako seperti beras dan ubi jalan yang hasilnya tak seberapa. Baha
kerap hanya berdiam diri di rumahnya sambil berharap akan ada uluran warga
kampung yang bersedia memberinya makanan atau beras agar bisa memasak untuk
menyambung hidup. “Saya bangga dan berterima kasih atas kebakan para tetangga
dan warga kampung yang selalu berimpati pada kehidupan saya,”ujar Baha yang
berharap uluran tangan warga kepadanya bisa mendapat balasna tuhan yang
setimpal.
Pakaian seperti
sarung, baju dan rok yang biasa dipakai Baha di rumah atau bekerja di kebun
umumnya adalah pakaian bekas hasil pemberian sanak tetangga yang bersimpati.
Agar pakaian pemberian warga ini bisa bertahan lama, Baha kerap hanya memakai
pakaian seadanya. Jika berada di rumah Baha kerap hanya memakai sarung. Baha
berharap pakaian pemberian tetangganya itu akan bisa bertahan lama dengan cara
jarang dipakai jika tak penting.
Saniasa, warga desa
Galeso yang bersimpati dnegan snag nenek yang hidup memprihatinkan ini kerap
memberi makanan atau beras untuk membantu biaya hidup sang nenek. Kerap jika
beras pemberian tetaangga habis, Baha terpaksa hanya mengkonsumsi ubi jalar
dari hasil kebunnya. “Kasihan di masa tua seperti ini Baha harus hidup seorang
diri tanpa biaya memadai,”ujar Saniasa prihatin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar