Selasa, 13 Desember 2011

Lelah Mengasuh 4 Adiknya, Bocah Ernia Rindu Bermain



Pahlawan Keluarga. Masih ingat Ernia (13)/ gadis kecil yang terpaksa merawat dan membesarkan empat adiknya seorang diri, sejak ayahnya meninggal dunia tiga tahun lalu. Sementara ibunya harus merantau ke Kalimnatan untuk mencari nafkah. Setelah tiga tahun lebih menghabiskan masa kecilnya yang indah dengan mengurus adik-adiknya layaknya orang tua membesarkan anak-anaknya, Ernia ternyata kini mulai merindukan masa-masa bermain yang indah layaknya anak-anak seusianya. Ernia merindukan suasana santi dan terbebas dari rutinitas dapur dan kasur yang membosankan.
Setelah tiga tahun lebih mencurahkan seluruh waktu dan perhatiannya mengurus dan membesarkan empat adiknya yang masih kecil, Ernia (13) siswi kelas satu SMP Kanang Polewali mandar ini mulai rindu dengan masa-masa bermain yang indah layaknya anak-anak normal seusianya.

Bagaimana tidak, setiap hari sebelum berangkat ke sekolah, Ernia harus bangun pagi pukul 5.00 wita untuk mengurus segala keperluan adik-adiknya seperti menyiapkan sarapan pagi, mencuci piring, memasak, dan mencuci pakaian. Jika waktu mepet, Ernia kerap menangguhkan sebagian pekerjaannya dan memilih berangkat ke sekolah agar tidak ketinggalan mata pelajaran. Ernia baru melanjutkan pekerjaan seperti mencuci piring dan mencuci pakaian setelah pulang sekolah. Sebelum waktu magrib tiba Ernia sudah harus bergelut dapur kembali untuk menyiapkan makan malam untuk adik-adiknya.

Sayangnya, Ernia terpaksa mengurungkan impiannya hidup bebas lantaran tak ada yang bisa menggantikan mengurus adik-adiknya. Seperti anak-anak normal lainnya, Ernia kerap merindukan suasana bermain sepuasnya bersama teman-teman sebayanya, tapi karena tugas dan tanggungjawabnya Ernia hanya bisa mengelus dada.





Meski keluarga kecil ini kerap hanya makan nasi tanpa lauk pauk, namun karena sudah terbiasa dengan kondisi yang serba terbatas, tidak satu pun adik Ernia yang memprotes apa yang disuguhkan Ernia kepada adik-adiknya. Adik-adiknya pun seolah mengerti dengan kondisi kehidupan keluarga kecilnya. “Mereka sabar dan makan apa saja yang disuguhkan meski Cuma nasi tanpa lauk pauk,”ujar Ernia bangga pada adik-adiknya.

Asri dan Asrul/ dua adik Ernia yang kini duduk di bangku kelas IV dan kelas II SD kerap harus bekerja mengumpulkan batu di sungai untuk dijual, terutama pada hari libur sekolah. Hasil jerih payah adik-adiknya yang tidak lebih dari Rp 10 ribu setiap minggu, diserahkan kepada ernia kakanya agar bisa membantu biaya dapur keluarga kecilnya.

Pekerjaan Ernia kini memang relatif lebih ringan. Ernia kini tak lagi menjadi buruh cuci piring di sebuah warung untuk menafkahi empat adiknya. Selain kemurahan para tetangga yang kerap mengulurkan tangan membantunya, sejumlah donatur menyatakan sudah berjanji akan menjamin kebutuhan hidup keluarga kecil Ernia seperti menyedaikan beras setiap bulan. 

Ernia dan dua adiknya Asri dan Asrul yang sempat putus sekolah kini sudah bisa bersekolah kembali, berkat bantuan dan prakarsa sejumlah pihak yang bersimpati dengan keluarga Ernia.

Keluarga terlantar karena faktor kemiskinan seperti yang menimpa keluarga kecil Ernia patut menjadi keprihatinan semua pihak. Peran institusi negara yang paling bertanggungjawab memelihara anak-anak terlantar karena himpitan ekonomi hinga membuat kelaurganya tercerai berailagi-lagi dipertanyakan. Mengabaikan peran dan tanggungjawab negara terhadap kelurga terlantar seperti Ernia dan adik-adiknya jelas adalah pelanggaran "Hak Asasi Manusia" yang nyata. Bukankah konstitusi negara kita menjamin hak-hak setiap warga negara termasuk keljuarga terlantar seperti Ernia. 

Sejumlah dermawan yang bersimpati setelah diberitakan berbagai media langsung mengirimkan bantuan dana untuk meringankan Ernia dan adik-adiknya. Senin kemarin seorang donatur asal jogyakarta juga terketuk hatinya mengirimkan bantuan dana satu juta rupiah melalui pemerintah setempat.

Ernia memang punya rekening pribadi yang dibukakan oleh sejumlah aktifis peduli anak. Sayangnya Ernia yang tidak biasa berurusan dengan bank mengaku malu dan tak tahu menahu bagiamana cara mencairkan dana untuk kebutuhannya sehari-hari. Meski kesulitan biaya hidup untuk makan bersama adik-adiknya, dana sebesar Rp 1,3 juta di rekeningnya tidak pernah ditarik. 



Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.

1 komentar:

  1. Kami dari panitian kompetisi IHRBA
    tulisan ini sudah masuk dalam sistem kami, tapi belum dapat kami setujui karena belum sesuai dengan persyaratan teknis.

    Silahkan sesuaikan dengan persyaratan teknis di http://hamblogger.org/peraturan-dan-ketentuan/

    BalasHapus