Sabtu, 17 Desember 2011

Agar Bisa Membaca, 2 Bocah Lumpuh Belajar Dengan Anak Tetangga


Agar bisa belajar membaca dan menulis seperti anak-anak tetanggannya, dua bocah lumpuh Uni (13) dan Sahrul (6) asal desa Sugiwaras, kecamatan Wonomulyo, Polewali mandar, sulawesi barat, yang tidak bisa bersekolah karena kedua kaki dan tangannya lumpuh akibat menderita tulang keropos, terpaksa meminta bantuan anak-anak tetangganya untuk mengajari membaca dan menulis. Impian Uni menikamti bangku sekolah seperti anak-anak sebayanya kandas lantaran keterbatasan fisik yang dialaminya hingga kedua bocah malang ini ia tak bisa berjalan dan bepergian dari rumahnya. Kedua bocah ini menderita keropos tulang hingga lumpuh sejak usia tiga tahun. Kedua orang tuanya beralasan tidak bisa membawa anaknya ke sekolah lantaran di sekitar desanya tak ada sekolah khusus orang cacat.

Uni (13) dan Sahrul (6) dua bocah lumpuh akibat keropos tulang keropos yang dideritanya sejak kecil, hanya bisa mengelus dada. Meski sudah usia sekolah namun Uni tak bisa duduk di bangku sekolah seperti anak-anak tetangga lainnya, lantaran tak bisa berjalan dan bepergian ke sekolah atau meninggalkan rumahnya karena kedua kaki dan tangannya lumpuh.

Agar bisa bermain dan belajar untuk mengusir rasa sepih sepanjang hari di lantai rumahnya, Uni kerap mengajak anak-anak dan teman-teman tetangganya bermain dan belajar bersama di rumahnya.

Uni sendiri kerap mendesak kedua orang tuanya agar disekolahkan seperti teman-teman sepermainannya, namun karena alasan cacat dan tak bisa berjalan, kedua orang tuanya menolak menggubris permintaannya. “Saya mau sekolah agar bisa tinggalkan rumah,”ujar Uni

Sikap Uni yang penyabar dan perhatian kepada teman-temannya, membuat anak-anak tetangganya senang bermain ke rumahnya. Sulistiawati, salah satu teman bermain Uni yang kini sudah duduk di kelas dua SD mengaku senang bermain dengan Uni lantaran kedua bocah lumpuh ini terkenal penyabar dan humoris.







Menurut Sulis Uni temannya kerap curhat ingin bersekolah seperti teman-teman tetangga lainnya. Uni kerap meminta Sulis mengajarinya agar bisa menulis dan membaca seperti anak-anak tetangga lainnya. Sulis menilai Uni termasuk anak pintar, sejumlah huruf yang telah diajarinya dengan mudah dihafal. “ Dia pintar, sudah hafal sejumlah hurup. Uni orangnya peyabar dan suka humor,” tutur Sulistiawati.

Halide, orang tua Uni mengatakan dirinya kerap didesak kedua anaknya agar bisa disekolahkan seperti anak-anak tetangga yang biasa mereka ajak bermain. Tapi karena alasan cacat pisik dan tak bisa bepergian sendiri. Halide memang ingin memenhui hasrat anaknya mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak sebayanya, hanya saja tak ada sekolah khusus orang cacat di desanya, Halide terpaksa hanya meminta anaknya bersabar. “Saya biasa kasihan karena Uni minta agar bisa sekolah juga seperti anak-anak tenagga, tapi karena keterbatasan pisik yang dialami dan disini tak ada sekolah cacat, terpaksa Uni tak bisa disekolahkan,”ujar Halide. 

Jika orang tua jompo, anak cacat, yatim piatu dan anak-anak terlantar seperti Uni dan Sahrul yang lahir di tengah keluarga miskin dan serba tak berkecukupan tak bisa menikmati pendidikan yang layak, lalu dimana peran negara terhadap mereka yang tidak mampu?

Pemimpin yang mengabaikan hak asasi atau hak dasar setiap warganya adalah sebuah bentuk peelanggaran "hak asasi manusia" paling nyata. Undang undang negara jelas mengamanahkan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan bagi setiap warganya, tak terkecuali bagi orang miskin atau mereka yang tidak mampu secara ekonomi seperti keluarga Uni dan Sahrul.


Tulisan ini disajikan dalam rangka kompetisi Indonesian Human Rights Blog Award (IHRBA) sebuah program yang digagas oleh Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) sebuah jaringan advokat dan peneliti di Indonesia yang memfokuskan diri pada penyediaan pembelaan bagi para pengguna media sosial di Indonesia khususnya yang terkait dengan kebebasan berekspresi. sebagai upaya promosi hak asasi manusia di dunia online. Pogram ini pada dasarnya ditujukan untuk merangsang blogger dan komunitas blogger Indonesia untuk menulis beragam tema tentang promosi, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia.

1 komentar:

  1. Kami dari panitian kompetisi IHRBA
    tulisan ini sudah masuk dalam sistem kami, tapi belum dapat kami setujui karena belum sesuai dengan persyaratan teknis.

    Silahkan sesuaikan dengan persyaratan teknis di http://hamblogger.org/peraturan-dan-ketentuan/

    BalasHapus