Dua bocah bersaudara di Polewali mandar Sulawesi barat ini berjuang
menyembuhkan ibunya dari kelumpuhan sejak dua tahun terakhir. Kedua siswa ini
rela membolos dan tak masuk sekolah demi mengurus berbagai kebutuhan hidup
ibunya. Mulai dari mandi dan dan buang air, mencari nafkah hingga memasak
sendiri agar ibu yang dicintainya kelak bisa sembuh dari kelumpuhan seperti
semula. Sementara sang ayah yang dibutuhkan perannya membantu ibunya dalam
proses penyembuhan dari kelumpuhan, menghilang entah kemana. Diduga sang suami
tega meninggalkan dua anak dan istrinya yang lumpuh dan tak berdaya karena
sudah tak tahan dengan kondisi hidup keluarganya.
Meski warga dan sanak tetangag sudah turun tangan membantu
sebisanya, namun hingga kini pemerintah setempat belum turun tangan membantu
mengatasi kesulitan hidup warganya
Inilah rutinitas Ayu ramayanti (13) dan Hafid (10). Warga keluraham Bumiayu
kecamatan Wonomulyo polewali mandar. Sebelum berangkat ke sekolah keduanya
membantu berbagai keperluan dan kebutuhan hidup ibunya appung (37) yang lumpuh,
sejak dua tahun terakhir. Mulai dari mandi dan buang air, memasak hingga
menyuapi ibunya dengan tulus.
Setiap hari ayu dan hafid tak lupa memijat-mijat kaki dan tangan ibunya
yang lumpuh agar saraf-sarafnya bisa segera berfungsi dan berjalan normal
kembali seperti dua tahun lalu ketika appung ibunya masih sehat.
Keduanya kerap terlambat ke sekolah atau bolos pada jam istirahat karena
harus pulang menjenguk dan membantu keperluan ibunya. Pada hari sabtu Ayu dan
Hafid bahkan kerap tak pergi ke sekolah karena harus mengantar ibunya menjalani
terapi di sebuh puskesmas terdekat agar tangan dan kakinya yang lumpuh bisa
sembuh kembali.
Saya kerap merasa kelelahan dan sudah berkali-kali saya minta berhenti
sekolah tapi tak diizinkan kepala sekolah. Mereka meminta saya tetap ke sekolah
meski sering bolos atau tidak ke sekolah karena sibuk mengurus keperluan ibu
saya belum lagi saya masih harus bekerja berjualan di warung agar bisa
menghidupi ibu saya,”ujar Ayu Ramayanti sambil menyeskan air mata.
Tak hanya itu, Ayu ramayanti yang menjadi tulang punggung satu-satunya
untuk mencari nafkah bagi keluarganuya ini harus bekerja di sebuah warung kaki
lima. Profesi ini dilakoni ayu setelah pulang sekolah. Hasil jerih payahnya
sebagai karyawan warung dengan upah berkisar Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu perhari
tergantung keramaian pengunjung warung, digunakan ayu untuk membeli beras atau
kebutuhan lain keluarganya.
Profesi sebbagai penjual sate di sebuah warung kaki lima ini ditekuni ayu
sejak masih kelas empat SD. Sementara adiknya Hafid yang baru kelas IV SD di
wonomulyo ini kerap menjadi tukang cuci mobil dengan upah Rp 5000 perhari.
Kedua bocah yang menjadi dewasa sebelum waktunya karena keadaan ini kerap
mengeluh kelelahan namun tak ada pilihan lain. Ayu misalnya selain harus
bersekolah di smp negeri 1 wonomulyo, Ayu juga harus bekerja di sebuah warung
sate pada sore hari sekitar pukul 16.00 wita. Ayu baru pulang ke rumah dan
berkumpul bersama ibu dan adiknya pukul 22.00 wita. Praktis tak ada waktu bagi
ayu untuk beritirahat atau belajar di rumah sebelum esok pagi kembali ke
sekolah lagi.
Pribadi ayu yang cenderung tertutup dan pendiam ini sudah belasan kali
mengaduh dan minta berhenti dari sekolahnya karena mengaku lelah dan harus
mencari nafkah untuk hidup keluaraganya. Namun tidak mendapat restu kepala
sekolahnya. Ayu tetap diminta ke sekolah.
Para guru dan siswa yang bersimpati dengan kehidupan keluarga ayu pun
bergotong royong menghimpun sumbangan di kalangan guru dan siswa secara
patungan hingga terkumpul dana sebesar Rp 3 juta. Dana ini separuhnya digunakan
untuk biaya kontrakan rumah, selebihnya untuk biaya hidup keluarga ayu.
Sementara appung ibu ayu kerap hanya bisa meneteskan air mata kesedihan
ketika rumah kontrakannya dikunjungi warga dan sanak tetannga yang
bersilaturrahmi ke rumahnya. Appung bersedih karena ia tak bisa berbuat
apa-apa. Jangankan membalas pemberian dna uluran tangan warga, mengurus diri
sendiri serprti mandi, buang air dan makan mislanya semuanya membutuhkan tangan
oang lain.
Appung mengaku sudah empat kali pindah rumah dan menumpang di rumah warga
sejak dua tahun terakhir karena tak punya rumah. Sementara suaminya sumarman
menghilang dan meninggalkan appung dan dua anaknya, Ayu Ramayanti dan Hafid
saat keluarga kecil ini sedang tak berdaya.
“Saya bingung dalamkondisi lumpuh dna tak berdaya seperti ini anak-anak
saya masih kecil. Hidup saya kini tergantung pada Ayu. Saya sedih ayu sering
minta berhenti sekolah karena tak bisa menjalani semuanya. Saya juga tak bisa
memaksa karen saya Cuma berharap satu-satunya pada Ayu,”ujar Appung menetskan
air mata sambil sesekali menyeka pipinya yang lembab air mata.
Beruntung sejumlah tetangag dan orang tua siswa teman ayu sekolah
bersimpati hingga appung bisa mendapat rumah kontrakan. Misna Rasyid, salah
satu warga yang bersimpati dengan keluarga appung ini mengaku miris melihat
kehidupan appung yang lumpuh dan tak berdaya. Misna pun tak henti-hentinnya
menggugah warga, sanak tetangag dan siapa saja agar bisa turut meringankan
beban hidup keluarga appung.
Misnah prihatin bunkan hanya appung yang terancam kehilangan masa depannya/
tapi kedua anaknya ayu dan hafid juga terancam tidak punya masa depan jika
keluarganya tidak segera mendapat
pertolongan warga. Di usia yang masih kecil dan belum layak bekerja kedua bocah
ini sudah harus berhadapan dengan kekerasan hidup.
Misnah berharap pemerintah bisa meringankan beban kelaurga ayu dengan cara
membangunkan rumah layak huni agar keluarga ini tidak hidup terlunta dan
menumpang dari rumah ke rumah warga yang bersedia rumahnya ditumpangi.
“Saya sebagai tteangga merasa prihatin. Bukan hanya Appung yang lumpuh
terabcam masa depannya, tapi juga kjedua anaknya yang masih kecil, kini dipaksa
menjadi dewasa sebelum waktunya. Mereka bekerja di suainya yang masih kecil.
Jika bukan sanak tetangga yang menolang tentu hidup mereka sangat
memperihatinkan dna butuh uluran tangan dari semuanya,”ujar Misnah rasyid,
tetangga appung mengaku terus menggugah warga lain agar ikut meringankan hidup
keluarga ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar