Dua siswi bersaudara dikeluarkan paksa alias Drop Dut (DO) dari
sekolah lantaran diduga pihak sekolah
keberatan karena orang tua mereka berani mempertanyakan alasan pemotongan dana
bantuan siswa miskin (BSM) yang tidak sesuai aturan. Kedua siswi di polewali
mandar sulawesi barat yang tidak bersalah dan dilibatkan dalam konplik antar
orang tua dengan pihak sekolah ini menjadi tumbal. Keduanya kerap sedih jika
melihat teman-temannya berangkat ke sekolah. Mereka kini terpaksa putus sekolah
dan kehilangan harapan sejak dua bulan terakhir karena tak ada sekolah lain di
desanya.
Sejumlah pemerhati anak dan pendidikan menyayangkan perseteruan
guru yang seharusnya tak mengorbankan hak-hak siswa untuk bersekolah dan
mendapatkan pendidikan yang layak sesuai program wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah. Pemecatan siswa secara sepihak dinilai merupakan bentuk
pelanggaran hak asasi manusia (ham) yang seharusnya tidak terjadi di dunia
pendidikan.
Hadiria (8) dan masda (7), dua siswi bersaudara yang sedang duduk di kelas
dua dan kelas satu sd nomor 027 labuang, kecamatan Campalagian Polewali mandar
ini setiap hari hanya bisa memandangi tumpukan buku dan tas sekolah yang
digantung di dinding rumahnya. Keduanya sudah hampir dua bulan terakhir tak
bisa bersekolah karena dipecat alias dikeluarkan paksa dari sekolahnya.
Kedua calon guru ini mengaku sedih dan kecewa lantaran dirinya tiba-tiba
dikeluarkan dari sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Pada hal selama ini kedua
anak nelayan asal desa Labuang kecamatan campalagian polewali mandar ini
tergolong siswa yang pintar dan berprestasi di sekolahnya.
Hadiria, siswi kelas dua ini misalnya
sejak kelas satu hingga di kelas dua selalu meraih rangking satu atau
dua dari 35 siswa di kelasnya. Belakangan Hadiria tambah kecewa lantaran nilai
rapotnya yang semula dinyatakan rangking dua pada akhir semester tiga lalu,
tiba-tiba berubah menjadi rangking lima. Hadiria baru tahu setelah surat
pemecatan dan rapotnya diserathkan bersamaan oleh pihak sekolah sebelum
meninggalkan sekolahnya pada pertengahan januari lalu.
“Saya diberi surat dan rapor saya sebelum diminta pulang dari sekolah. Saya
tidak tahu kenapa dikeluarkan. Saya mau sekolah seperti teman saya. Setiap hari
saya hanya main-main dan mebantu orang tua di rumah, selebihnya menunggu
teman-teman saya lewat dari sekolah,”ujar Hadiria, siswi korban pemecatan kepala
guru dan sekolah.
Mahamuddin, orang tua hadiria tak mengerti alasan pihak sekolah tiba-tiba
memecat sepihak kedua anaknya yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak
sebagaimana dijamin dalam undang-undang. Mahamuddin justru heran karena selama
ini kedua anaknya tergolong siswa berprestasi dan rangking di kelas// dalam
catatan raportnya kelakuan anaknya juga tergolong baik.
Mahamuddin menduga anaknya jadi tumbal perseteruan antar orang tua dan guru
gara-gara ia berani mempertanyakan pemotongan bana bantuan bsm yang tidak
sesuai aturan.
Mahamuddin menduga pemecatan kedua anaknya bermula ketika dirinya bersama
sejumlah orang tua siswa lainnya sempat mendatangi pihak sekolah untuk
mempertanyakan pemotongan dana bsm yang tidak disalurkan sesuai aturan.
Setiap siswa miskin seharusnya menerima bantuan BSM Rp 360 ribu per siswa.
Namun faktanya siswa yang diajak guru ke kantor pos untuk mencairkan dana bsm
tersebut hanya diterima siswa beberapa menit sebelum kembali diambil para guru.
Anehnya para siswa diminta tidak menceritakan hal ini kepada orang tua atau
siapa pun. Namun pemotongan dana ini
tetap saja terbongkar hingga sejumlah orang tua siswa melancarkan protes ke
sekolah anaknya/ termasuk mahamuddin.
“Saya diajak guru ke kantor pos mencairkan dana Rp 360 ribu. Setelah
dicairkan langsung diambil lagi oleh guru. Dan smeua siswa penerima BSM diminta
agar tidak menceritakan soal dana BSM kepada orang tua atau siapapun,”ujar Hadiria,
saksi pencairan dana BSM
Mahamuddin yang ikut memprotes pemotongan dana BSM bahkan sempat terlibat
pertengkaran mulut dengan kepala SD 027 labuang, Haji Abdul Karim karena
dinilai penjelasannya tak masuk akal. Tersulut emosi sang kepala sekolah bahkan
sempat menggebrak meja dan mengusir Mahamuddin agar meniggalkan sekolah.
“Sebagai orang tua siswa saya tentu berhak mempertanyakan dana BSM yang
tidak disalurkan sesuai aturan, tapi kepala sekolah rupanya marah dna saya
bersaam sejumlah orang tua siswa lainnya sempat bertengkar. Mungkin inilah
pemicunya anak saya dikeluarkan secara sepihak,”ujar Mahamuddin, orang tua
kedua siswa yang dipecat
Mahamuddin juga memprotes nilai rapot anaknya yang semula dinyatakan
rangking dua tiba berubah menjadi rangking lima. Mahamuddin menduga angka
raport anaknya diduga dirubah sebelum ia diberi surat pemecatan oleh pihak
sekolah. Alasannya tulisan rapot Hadiria semula bersih kini belepotan dengan
tips ex dan angka-angkanya berubah.
Kepala sekolah SD 027 labuang, Haji Abdul Karim mengakui dirinya memang
sempat terlibat pertengkaran dengan Mahamuddin dan sejumah orang tua siswa
lantaran sejumlah kata-katanya dinilai tak pantas.
Menanggapi alasan pemecatan dua siswanya, Karim mengatakan kedua siswi
tersebut dikeluarkan dari sekolah justru atas permintaan Mahamuddin, orang tua
kedua siswa bersangkutan. Namun pernnyataan sang kepala sekolah ini dibantah Mahamuddin.
Menurutnya kepala sekolahlah yang berusaha mencari-cari alasan pembenaran agar
anaknya bisa didepak dari sekolah, karena tak menghendaki kedua anaknya ada di
sekolah yang dipimpinnya.
“Pemecatan dua siswi bukan keinginan sekolah tapi itu permintaan orang tua
sendiri. Rapat komite yang dihadiri semua pihak juga sudah setuju agar kedua
siswi ini dipecat dari sekolah. Pemecatan kedua siswa ini jangan dikaitk
kaitkan dnegan persitiwa sebelumnya karena ini tak ada kaitannya,” ujar Haji
Abdul Karim, Kepala SD 027 labuang,
Karim menjelaskan pemecatan kedua siswanya dari sekolah tidak ada kaitannya
sama sekali dengan peristiwa pertengkaran dirinya dengan mahamuddin orang tua
kedua siswa bersangkutan sebelumnya. Karim juga menyatakan kedua siswanya
tersebut bukan dipecat melainkan dimuatasi agar mencari sekolah lain yang tidak
dicantumkan dalam surat yang diterima Hadiria.
Karim juga membantah tak pernah merubah angka raport kedua siswanya yang
dipecat seperti sangkaan mahamuddin. Menurut karim siswa lain memang meningkat
prestasinya dibanding kedua siswanya yang dipecat. Soal dugaan perubahan angka
rapot yang ditandai dengan belepotan warna tips ex yang semula bersih, menurut
karim hal itu sudah biasa. Mungkin
karena ada angkanya salah tulis hingga diberi tips ex sebelum ditulis dan
ditimpa ulang dengan angka yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar