Senin, 10 Maret 2014

Dua Siswi Dikeluarkan dari Sekolah karena Orangtuanya Pertanyakan Dana BSM

Dua siswi bersaudara dikeluarkan paksa alias Drop Dut (DO) dari sekolah  lantaran diduga pihak sekolah keberatan karena orang tua mereka berani mempertanyakan alasan pemotongan dana bantuan siswa miskin (BSM) yang tidak sesuai aturan. Kedua siswi di polewali mandar sulawesi barat yang tidak bersalah dan dilibatkan dalam konplik antar orang tua dengan pihak sekolah ini menjadi tumbal. Keduanya kerap sedih jika melihat teman-temannya berangkat ke sekolah. Mereka kini terpaksa putus sekolah dan kehilangan harapan sejak dua bulan terakhir karena tak ada sekolah lain di desanya.

Hadiria (8) dan masda (7), dua siswi bersaudara yang sedang duduk di kelas dua dan kelas satu sd nomor 027 labuang, kecamatan Campalagian Polewali mandar ini setiap hari hanya bisa memandangi tumpukan buku dan tas sekolah yang digantung di dinding rumahnya. Keduanya sudah hampir dua bulan terakhir tak bisa bersekolah karena dipecat alias dikeluarkan paksa dari sekolahnya.

Kedua calon guru ini mengaku sedih dan kecewa lantaran dirinya tiba-tiba dikeluarkan dari sekolah tanpa ada alasan yang jelas. Pada hal selama ini kedua anak nelayan asal desa Labuang kecamatan campalagian polewali mandar ini tergolong siswa yang pintar dan berprestasi di sekolahnya.

Hadiria, siswi kelas dua ini misalnya  sejak kelas satu hingga di kelas dua selalu meraih rangking satu atau dua dari 35 siswa di kelasnya. Belakangan Hadiria tambah kecewa lantaran nilai rapotnya yang semula dinyatakan rangking dua pada akhir semester tiga lalu, tiba-tiba berubah menjadi rangking lima. Hadiria baru tahu setelah surat pemecatan dan rapotnya diserathkan bersamaan oleh pihak sekolah sebelum meninggalkan sekolahnya pada pertengahan januari lalu.

“Saya diberi surat dan rapor saya sebelum diminta pulang dari sekolah. Saya tidak tahu kenapa dikeluarkan. Saya mau sekolah seperti teman saya. Setiap hari saya hanya main-main dan mebantu orang tua di rumah, selebihnya menunggu teman-teman saya lewat dari sekolah,”ujar Hadiria, siswi korban pemecatan kepala guru dan sekolah.

Mahamuddin, orang tua hadiria tak mengerti alasan pihak sekolah tiba-tiba memecat sepihak kedua anaknya yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana dijamin dalam undang-undang. Mahamuddin justru heran karena selama ini kedua anaknya tergolong siswa berprestasi dan rangking di kelas// dalam catatan raportnya kelakuan anaknya juga tergolong baik.

Mahamuddin menduga anaknya jadi tumbal perseteruan antar orang tua dan guru gara-gara ia berani mempertanyakan pemotongan bana bantuan bsm yang tidak sesuai aturan.

Mahamuddin menduga pemecatan kedua anaknya bermula ketika dirinya bersama sejumlah orang tua siswa lainnya sempat mendatangi pihak sekolah untuk mempertanyakan pemotongan dana bsm yang tidak disalurkan sesuai aturan.

Setiap siswa miskin seharusnya menerima bantuan BSM Rp 360 ribu per siswa. Namun faktanya siswa yang diajak guru ke kantor pos untuk mencairkan dana bsm tersebut hanya diterima siswa beberapa menit sebelum kembali diambil para guru. Anehnya para siswa diminta tidak menceritakan hal ini kepada orang tua atau siapa pun. Namun pemotongan dana  ini tetap saja terbongkar hingga sejumlah orang tua siswa melancarkan protes ke sekolah anaknya/ termasuk mahamuddin.

“Saya diajak guru ke kantor pos mencairkan dana Rp 360 ribu. Setelah dicairkan langsung diambil lagi oleh guru. Dan smeua siswa penerima BSM diminta agar tidak menceritakan soal dana BSM kepada orang tua atau siapapun,”ujar Hadiria, saksi pencairan dana BSM

Mahamuddin yang ikut memprotes pemotongan dana BSM bahkan sempat terlibat pertengkaran mulut dengan kepala SD 027 labuang, Haji Abdul Karim karena dinilai penjelasannya tak masuk akal. Tersulut emosi sang kepala sekolah bahkan sempat menggebrak meja dan mengusir Mahamuddin agar meniggalkan sekolah.

“Sebagai orang tua siswa saya tentu berhak mempertanyakan dana BSM yang tidak disalurkan sesuai aturan, tapi kepala sekolah rupanya marah dna saya bersaam sejumlah orang tua siswa lainnya sempat bertengkar. Mungkin inilah pemicunya anak saya dikeluarkan secara sepihak,”ujar Mahamuddin, orang tua kedua siswa yang dipecat

Mahamuddin juga memprotes nilai rapot anaknya yang semula dinyatakan rangking dua tiba berubah menjadi rangking lima. Mahamuddin menduga angka raport anaknya diduga dirubah sebelum ia diberi surat pemecatan oleh pihak sekolah. Alasannya tulisan rapot Hadiria semula bersih kini belepotan dengan tips ex dan angka-angkanya berubah.

Kepala sekolah SD 027 labuang, Haji Abdul Karim mengakui dirinya memang sempat terlibat pertengkaran dengan Mahamuddin dan sejumah orang tua siswa lantaran sejumlah kata-katanya dinilai tak pantas.

Menanggapi alasan pemecatan dua siswanya, Karim mengatakan kedua siswi tersebut dikeluarkan dari sekolah justru atas permintaan Mahamuddin, orang tua kedua siswa bersangkutan. Namun pernnyataan sang kepala sekolah ini dibantah Mahamuddin. Menurutnya kepala sekolahlah yang berusaha mencari-cari alasan pembenaran agar anaknya bisa didepak dari sekolah, karena tak menghendaki kedua anaknya ada di sekolah yang dipimpinnya.

“Pemecatan dua siswi bukan keinginan sekolah tapi itu permintaan orang tua sendiri. Rapat komite yang dihadiri semua pihak juga sudah setuju agar kedua siswi ini dipecat dari sekolah. Pemecatan kedua siswa ini jangan dikaitk kaitkan dnegan persitiwa sebelumnya karena ini tak ada kaitannya,” ujar Haji Abdul Karim, Kepala SD 027 labuang,

Karim menjelaskan pemecatan kedua siswanya dari sekolah tidak ada kaitannya sama sekali dengan peristiwa pertengkaran dirinya dengan mahamuddin orang tua kedua siswa bersangkutan sebelumnya. Karim juga menyatakan kedua siswanya tersebut bukan dipecat melainkan dimuatasi agar mencari sekolah lain yang tidak dicantumkan dalam surat yang diterima Hadiria.

Karim juga membantah tak pernah merubah angka raport kedua siswanya yang dipecat seperti sangkaan mahamuddin. Menurut karim siswa lain memang meningkat prestasinya dibanding kedua siswanya yang dipecat. Soal dugaan perubahan angka rapot yang ditandai dengan belepotan warna tips ex yang semula bersih, menurut karim hal  itu sudah biasa. Mungkin karena ada angkanya salah tulis hingga diberi tips ex sebelum ditulis dan ditimpa ulang dengan angka yang benar.

Sejumlah pemerhati anak dan pendidikan menyayangkan perseteruan guru yang seharusnya tak mengorbankan hak-hak siswa untuk bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak sesuai program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah. Pemecatan siswa secara sepihak dinilai merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (ham) yang seharusnya tidak terjadi di dunia pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar