Konplik perebutan pulau Lere-lerekang antara pemda Majene, Sulawesi barat dengan Pemda Kotabaru Kalimnatan selatan belum menemukan kata sepakat. Pulau seluas 6 hektar lebih ini makin seksi setelah sebuah kilang minyak berkapasitas jutaan barel sedang dibangun tak jauh dari lokasi sengketa.
Pelayaran pemerintah Kabupaten Majene yang dipimpin langsung
Bupati Majene, Kalma Katta bersama, Kapolres Majene, Ketua dan beberapa anggota
DPRD Majene serta DPRD Provinsi Sulawesi Barat ke Pulau Lere-lerekang untuk
kesekian kalinya sejak konplik perebutan pulau antar kedua pihak berlangsung
tiga tahun terakhir menemukan ada indikasi sabotase wilayah.
Akhir tahun 2011 lalu,
Pemerintah Majene telah membangun dua papan nama di Pulau Lere-lerekang.
Beberapa bulan kemudian, rumah singgah ikut dibangun dan diadakan penanaman
kelapa di pulau tersebut. Pemda Majene menduga kemungkinan papan nama dirusak
dan rumah dirobohkan oleh pihak yang bersengketa dengan Kabupaten Majene, dalam
hal ini Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimanta Selatan. Dugaan tersebut muncul
sebab tak jauh dari lokasi pembangunan rumah singgah oleh Kabupaten Majene, ada
papan nama dan tempat istirahat yang keduanya dibuat secara permanen oleh Pemda
Kotabaru. Di papan nama tertulis "Selamat Datang di P. Lari-lariang Kab.
Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan."
Bukan hanya bangunan dan
papan nama yang dirusak, tanda pengukuran yang dibuat pemerintah pusat pun ikut
dirusak. Padahal jelas di patok tersebut tertulis (dalam logam) "Survei
Pengukuran Batas Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Milik
Negara Dilarang Merubah dan Mengganggu Tanda Ini".
Di patok yang terbuat
dari semen tersebut, penanda atau teks yang mengatakan bahwa titik ini adalah
batas terluar Provinsi Sulawesi Barat dilepas. “Perusakan ini adalah penghinaan
terhadap lembaga negara,” tutur salah seorang anggota TNI yang ikut serta ke
Pulau Lere-lerekang.
Rombongan yang berangkat dari pelabuhan Majene pada Senin malam
(3/6) dan tiba di perairan Pulau Lere-lerekang pada Selasa pagi (4/6) memberi
informasi terbaru dalam proses perjuangan mempertahankan Pulau Lere-lerekang
beserta sumberdaya yang berada di sekitarnya.
“Hasil dari pelayaran ini cukup penting. Kita mendapat
informasi terbaru mengenai apa yang terjadi di perairan Pulau Lere-lerekang.
Bukan hanya itu, hal itu tidak hanya didengar atau dibaca, tapi disaksikan
sendiri. Malah kita sampai naik di atas kapal yang mengerjakan pembangunan
kilang,” tutur Bupati Majene Kalman Katta dengan antusias di atas kapal Castoro
Otto, yang sedang membangun kilang di sebelah timur Pulau Lere-lerekang.
Sebelum meninjau pembangunan kilang, rombongan Muspida Majene
berada di Pulau Lere-lerekang selama beberapa jam. Tujuan utama adalah melihat
langsung situasi pulau tersebut oleh Bupati Majene, Ketua dan Anggota DPRD
Majene, dan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Barat yang diwakili Muhammad Darwis.
Selain berjalan mengelilingi pulau yang luasnya sekitar enam hektar tersebut,
mereka juga meninjau langsung papan nama dan rumah singgah yang pernah dibangun
oleh Pemkab Majene di ekspedisi pelayaran sebelumnya.
“Sangat kami sesalkan, apa yang kami bangun dirusak, baik itu
papan nama maupun rumah singgah. Beruntung papan nama masih tersisa atap dan
tiang-tiangnya, dan masih ada satu yang utuh di sisi pulau yang lain, tapi
rumah singgah yang diperuntukan untuk nelayan rata dengan tanah,” komentar
dengan nada geram anggota DPRD Majene, Rusbi Hamid.
Setelah dari Pulau Lere-lerekang, dalam perjalanan pulang, KM
Napoleon, kapal kayu milik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Majene
singgah di kapal “tugboat” Vier Navigator. Saat berada di kapal tersebut, pihak
kapal melakukan komunikasi dengan kapal utama dalam pembangunan kilang.
Rombongan diperkenankan untuk datang langsung menyaksikan kilang dari dekat.
Sebab aktivitas pembangunan kilang adalah kegiatan berbahaya,
akses ke sana dibatasi. KM Napoleon hanya diijinkan berada sekitar 500 meter
dari kapal atau titik kilang. Untuk menuju kapal utama, tim Majene dijemput
dengan kapal “tugboat” yang lebih besar, yaitu BNI Castor.
“Hanya beberapa orang yang bisa naik, orang-orang berkompeten
saja,” demikian permintaan kapten kapal BNI Castor. Itulah sebab, dari 40an
orang yang berada di KM Napoleon, beberapa orang saja yang akan menuju kapal
utama. Diantaranya Bupati Majene, Kapolres Majene, anggota DPRD Kabupaten
Majene dan DPRD Provinsi Sulawesi Barat, kepala SKPD yang berkaitan langsung
dengan pertambangan, dan jurnalis.
Kapal BNI Castor kemudian mengantar rombongan inti menuju kapal
yang berukuran cukup besar. Dari kapal “tugboat”, untuk naik ke kapal utama
yang bernama Castoro Otto digunakan semacam gantungan yang hanya bisa dinaiki
empat orang. Silih berganti anggota rombongan dinaikkan ke atas kapal utama.
Di atas kapal, Bupati Majene dan rombongan mendapat penjelasan
akan proses yang sedang berlangsung saat ini. Yakni proses pembuatan kilang.
Adapun pipa gas sudah selesai dibuat, yaitu dari titik kilang ke arah Bontan
(Kalimantan Timur) sejauh 300 km lebih.
Yang menarik dari kunjungan tersebut, dengan
menggunakan GPS, diketahui koordinat dan jarak antara titik pengeboran dengan
Pulau Lere-lerekang. Jaraknya berkisar 15-16 mil laut (sekitar 25 km). Jarak
tersebut menjadi penting sebab kilang berada di sebelah timur, mengarah ke
Majene. “Sebab jaraknya di atas 12 mil laut (merupakan batas administrasi
provinsi), maka meskipun Pulau Lere-lerekang dimiliki pihak lain, tapi
kilangnya belum tentu,” tutur Bupati Majene dengan antusias.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar