Menghabiskan masa tua
indah sambil berkumpul dengan anak-anak dan belasan cucu yang lucu-lucu dan
menggemaskan, tak bisa dinikmati Baha (85) seperti para lansia lainnya. Manula
yang tidak punya sanak keluarga ini justru harus berjuang seorang diri di
tengah hutan belantara. Agar bisa hidup, selain berharap dari pemberian warga,
nenek yang sudah mulai sakit-sakitan karena factor usia ini terpaksa harus
berkebun dan menanam apa saja di sekitar gubuknya, termasuk menanam singkong
dan ubi agar bisa makan.dan mengganjal perutnya.
Tak ada yang berubah dari hidup Baha (85). Peringatan hari
lansia Rabu (29/5), nenek Baha tetap hidup sebatangkara dan menjadi penghuni
hutan di desa Galeso kecamatan Wonomulyo Polewali mandar, sejak puluhan tahun
lalu. Baha memamng kerap berkecil hati ketika melihat warga kampung di desanya
hidup bahagia bersama istri atau suami dan anak-anaknya. Baha yang tidak pernah
menikah sepanjang hidupnya ini memnag pernah punya sanak kelaurga dan sudara,
namun mereka telah meninggal lebih dahulu. Baha kini tinggal seorang diri dan
menumpang di atas tanah milik orang lain.
Selain berharap pemberian bantuan berupa beras atau makanan
apa saja yang tidak menetu dari warga kampong yang peduli dengan hidupnya,
nenek yang sudah mulai sakit-sakitan ini harus berjuang hidup dengan cara
berkebun di tengah hutan. Kebun berukuran tak lebih 30x20 meter di bawah pohon
ini ditanami apa saja yang bisa dimakan seperti singkong dan ubi sebagai
pengganjal perut, jika persedaian beras pemberian warga sudah tak ada di
gubuknya.
Rumah beratap rumbian dan berdinding daun kelapa milik Baha,
didirikan di tenah hutan, yang jauh dari kesan Mewah dan berlebihan. Tak ada
jaringan listrik apalagi fasilitas informasi seperti radio dan televisi. Setiap
hari Baha hanya berteman dengan lima ekor kucing yang setia mendampinginya.
Dulu Baha pernah punya lampu pelita dari minyak tanah, namun karena minyak
tanah subsidi sudah ditarik pemerintah dan kini harganya melambung tinggi
dan sulit dicari, farktis Baha tak punya
penerangan apa pun di malam hari alias hanya berkalanmg gulita.
Jangankan masuk kota dan jalan-jalan menikmati suasana
santai, pergi ke pasar saja untuk membeli kebutuhan hidupnya tak bisa dilakukan
seorang diri. Untuk membeli garam atau kebutuhan apa saja jika ada warga yang
memberinya uang, Bahnay hanya menitip kepada wraga yang bersedia membantunya.
Saaat musim hujan dan angin kencang seperti saat ini, Baha
yang ketakutan seorang diri di hutan terutama pada malam hari, kerap
meninggalkan rumahnya dan meminta tunmpangan di rumah penduduk kampong yang
bersedia menerimanya. “Saya biasa kalau takut karena hujan atau angin kencang
biasa menunmpang di rumah warga,”ujar baha
Beberapa bulan lalu gubuk yang ditopang dnegna empat tiang
bamboo ini pernah hancur berantakan diahntam agin putting beliaung hingga Baha
sempat etrkatung-katung karena kehilangan tempat tinggal. Beruntung warga turun
tangan membenahi rumahnya hingga gubuknya bisa berdiri kembali.
Meski tak mendapat bantuan raskin atau bantuan perumahan
bagi warga tidak mampu seperti Baha, namun nenek ini mengaku tak ingin
memprotes pemerintah dan lebih memilih menennagkan hidup di masa tuanya, meski
hidup di tengah hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar